Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan pemerintah telah menghilangkan terminologi izin lingkungan sebagai syarat izin usaha dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Koordinator Nasional Jatam Merah Johansyah menuturkan, tak hanya izin lingkungan yang hilang dari UU Omnibus Law. Ketentuan wajib memiliki analisis dampak dan lingkungan (Amdal) untuk setiap pembangunan atau izin usaha tambang baru juga dihilangkan.
Alih-alih, dalam Omnibus Law, dibuat tiga klasifikasi baru jenis perizinan berdasarkan pada tingkat risikonya.
"Penggunaan Amdal (di Omnibus Law) hanya untuk usaha dengan risiko tinggi. Dibuat lagi kriterianya yaitu resiko kecil, sedang, dan risiko tinggi. Ini akan menjadi satu masalah baru lagi," katanya di LBH Jakarta, Minggu (19/1).
Padahal, di dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 22 (1), disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Tanpa mempertimbangkan besar-kecilnya risiko kerusakan.
Johansyah pun menyatakan penambahan kriteria baru tersebut menghilangkan dengan sengaja ketentuan soal Amdal dan izin lingkungan yang sebelumnya telah diatur dalam UU.
"Kriteria itu hanya akal-akalan pemerintah untuk mempreteli ketentuan izin Amdal dan izin lingkungan. Selama ini izin dulu keluar baru beroperasi, sekarang dibalik. Biar investasi lancar," ujarnya.
Selain itu, Johansyah menilai tolok ukur mengenai kriteria dampak lingkungan yang berisiko kecil, sedang, dan tinggi tersebut juga tidak jelas. Menurutnya, ketentuan tersebut hanya permainan para pengusaha dna pemerintah.
Johansyah pun mengkritisi sikap ilmiah pemerintah dalam penyusunan RUU Omnibus Law tersebut. Seharusnya, kata dia, pemerintah melakukan kajian dampak lingkungan dengan memperhitungkan dampak sosial ekologis yang mungkin timbul dari pemberian kemudahan izin.
"Sudah tidak ada ilmiah-ilmiahnya ini pemerintah, yang penting investasi masuk. Bahaya rezim ini. Dampak lingkungan dan sosialnya tidak diperhitungkan," jelasnya.
Di lain sisi, Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi menjelaskan kriteria risiko lingkungan akan berdasarkan pada aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan.
Hanya saja, dia mengatakan, detail turunannya akan ditetapkan pada peraturan pemerintah (PP) yang akan disusun setelah UU Omnibus Law disahkan.
"Kami enggak ada menghapus Amdal, kami harus tetap memperhatikan dong keberlangsungan hidup lingkungan. Kami juga tidak menghilangkan perizinan lingkungan," ucapnya.
Hanya saja, pemerintah akan membuat satu standar tertentu yang akan menjadi acuan dari penerbitan izin lingkungan dan Amdal, tanpa lagi melibatkan aturan di daerah masing-masing.
"Kita sederhanakan prosesnya. Karena begini, ketika saya bikin kerangka acuan untuk Amdal di kegiatan yang sama ketika diuji oleh orang yang berbeda, pasti akan berbeda lagi. Jadi kita buat standar aja maka akan lebih simple," ujar Elen.