Menjelang subuh, massa aksi kembali ricuh dengan menyerang polisi menggunakan mercon.
Massa aksi yang terkonsentrasi di samping Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, tepatnya di jalan Wahid Hasyim, Jakarta, pada Kamis (23/5) dini hari, menyerang aparat kepolisian dengan menggunakan petasan sembari menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Berdasarkan pantauan di lapangan pada pukul 03.45 WIB, massa yang kebanyakan remaja berusia tanggung itu terus menyerang menggunakan petasan yang dilontarkan lurus ke arah barikade aparat kepolisian.
Mereka melakukan aksi anarkis tersebut sembari menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Efek ledakan petasan yang bertubi-tubi dapat dihalau oleh aparat menggunakan tameng yang disusun berjajar pada garda terdepan.
Aparat kepolisian dari satuan Brimob Polri kemudian membalas tindakan anarkis itu dengan menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah kerumunan massa.
Konsentrasi massa sempat terpecah dan menimbulkan suasana hening untuk beberapa saat. Namun tak berselang lama, ledakan petasan kembali terlihat menyasar ke arah aparat kepolisian yang berjaga.
Terdengar pula teriakan bernada ejekan yang ditujukan kepada institusi Polri. Hingga berita ini dibuat, massa masih terus bertahan dengan meledakkan petasan serta melempar bom molotov ke arah aparat kepolisian. Belum terlihat tanda tanda massa akan membubarkan diri.
Sebelumnya, aksi massa sempat kondusif sejenak saat kedua belah pihak melaksanakan makan sahur. Petugas meminta kepada para pendemo untuk jeda sejenak.
"Sudah, berhenti! Kita jeda dulu buat sahur. Kita sama-sama ibadah," teriak salah seorang polisi ke arah massa.
Sementara itu, sejumlah warga memadamkan kobaran api yang membakar warung sate di kawasan Sabang Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat, pada Kamis sekitar pukul 03.36 WIB.
Sejumlah wartawan yang mencoba mendekati titik api dihalang-halangi massa aksi. "Media enggak usah lewat sini," kata salah seorang wartawan yang sempat diadang massa.
Polisi juga mengimbau wartawan untuk tidak meliput terlalu dekat dengan massa karena dikhawatirkan menyulut aksi lanjutan. (Ant).