Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Johan Budi SP, menyebut kasus yang menjerat Wahyu Setiawan merupakan tidak biasa. Kasus tersebut merupakan modus baru dalam praktik korupsi di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Johan Budi menuturkan, biasanya kasus-kasus korupsi yang kerap terjadi di KPU dan menjerat komisionernya adalah terkait proyek pengadaan barang dan jasa untuk penyelenggaraan pemilu atau pilkada. Tapi, kasus Wahyu Setiawan berbeda.
“Modus pada kasus Wahyu merupakan praktik (korupsi) baru dalam tubuh KPU. Biasanya, dalam kasus yang pernah ada, komisioner KPU bermain pada pengadaan barang dan jasa saja,” kata Johan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (14/1).
Komisi II DPR diketahui menggelar RDP dengan tiga lembaga penyelenggara pemilu, yakni KPU, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP. Pembahasan pada RDP kali ini mengenai persiapan Pilkada 2020.
Pada rapat tersebut, Johan turut berkomentar soal peristiwa paling aktual yang tengah menimpa KPU mengenai kasus suap yang menyeret komisionernya, Wahyu Setiawan. Johan Budi menyindir para komisioner KPU yang hadir yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tantowi, Evi Novida Ginting Manik, dan Ilham Saputra.
“Sebenarnya saya ingin bersemangat menanyakan ke KPU, Bawaslu dan DKPP. Tapi saya lihat wajahnya Pak Arief itu agak lemas, Pak Ilham juga agak lemas, Bu Evi juga menunduk saja dari tadi,” kata Johan.
Lebih lanjut, Johan mengingatkan agar keempat komisioner tersebut tidak terlalu pusing memikirkan kasus yang tengah mencoreng KPU. Ia mendorong Arief agar lebih baik fokus dengan urusan KPU ke depan. Namun demikian, Johan menegaskan bahwa kasus yang menjerat Wahyu telah mencoreng integritas komisioner KPU selama ini.
"Tetap semangat Pak Arief, jangan manggut-manggut saja. Semangat, jangan menunduk, tegak pak. Nanti kan ketahuan nanti, siapa yang bermain, apakah satu komisioner ataukah komisioner yang lain juga mencicipi," ujar Johan.