close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Prabowo. Foto: dpr.go.id/Jaka/Man
icon caption
Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Prabowo. Foto: dpr.go.id/Jaka/Man
Nasional
Rabu, 13 Juli 2022 08:05

Johan Budi sebut RKUHP masih perlu membuka masukan dari publik

Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali substansi dari RKUHP agar masyarakat memahami secara utuh perubahan dari RKUHP.
swipe

Anggota Komisi III DPR Johan Budi menekankan, pentingnya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk segera disahkan. Namun demikian, Johan menilai, masih perlunya membuka kembali ruang bagi publik untuk memberikan masukan dalam pembahasan beleid yang akan menjadi panduan hukum pidana di Indonesia itu.

"RKUHP perlu segera disahkan, tetapi kalau menurut saya pribadi, dibutuhkan juga ruang untuk menerima masukan-masukan dari publik," kata Johan Budi dalam keterangannya, Rabu (12/7).

Pembahasan RKUHP sudah lama dilakukan melalui mekanisme-mekanisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ia juga mengingatkan, Indonesia belum memiliki panduan hukum pidana murni buatan bangsa sendiri sebab KUHP yang digunakan saat ini adalah warisan Belanda.

"Pembahasan RKUHP ini sudah puluhan tahun dibahas, bahkan dari zamannya sebelum Presiden Jokowi. Jadi prosesnya panjang. Setelah puluhan tahun, setelah beberapa presiden, kita belum punya handbook hukum pidana," katanya.

"Kita enggak punya yang bener-bener murni punya sendiri. Maka penting sekali untuk segera disahkan. RKUHP urgen karena perjalanannya sudah panjang. Sudah dibahas bertahun-tahun, enggak selesai-selesai," sambunga politikus PDIP ini.

RKUHP sendiri merupakan carry over dari keputusan DPR 2014-2019 yang pembahasannya tinggal dilanjutkan dalam pembahasan di Tingkat II, yaitu persetujuan di Rapat Paripurna DPR. 

Berdasarkan keputusan carry over itu, pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali substansi dari RKUHP agar masyarakat memahami secara utuh perubahan dari RKUHP. Sosialisasi dilakukan lewat diskusi publik di berbagai daerah di mana kemudian dari hasilnya, pemerintah melakukan reformulasi dan memberikan penjelasan terhadap pasal-pasal kontroversi dalam RKUHP.

Setelah tahapan sosialisasi tersebut, pemerintah telah menyerahkan kembali draf RKUHP terbaru kepada DPR yang berisi penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan RKUHP. Johan Budi mengatakan, Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM akan membahas draf terbaru RKUHP dalam masa sidang DPR berikutnya, yakni pada Agustus 2022.

"DPR dan pemerintah tidak boleh menutup ruang untuk menerima masukan terkini dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk pakar-pakar hukum," tegas Johan Budi.

Namun, menurut dia, ruang diskusi bersama elemen masyarakat harus dibatasi agar tidak melebar. Sebab pembahasan RKUHP sudah pada kesepakatan pembahasan tingkat I di DPR yang waktunya pun sudah cukup lama.

"Masukannya cukup yang 14 poin itu saja. Kalau kita debat terus, enggak selesai-selesai jadi masukannya mengerucut di 14 isu krusial itu," kata Johan Budi.

Adapun 14 isu krusial yang dimaksud adalah pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (living law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.

Kemudian juga pasal soal advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan pemerkosaan.

Johan Budi mengatakan, terdapat masukan dari pemerintah dalam 14 isu krusial dalam draf RKUHP terbaru. Salah satunya penghapusan sejumlah pasal berdasarkan pertimbangan dari hasil diskusi publik.

"Pemerintah mengusulkan ada dua pasal yang dihapus dari 14 isu krusial itu. Mengenai pemidanaan dokter atau dokter gigi ilegal dan soal pasal advokat curang, nanti akan kita bahas," terangnya.

Johan Budi pun berharap pemerintah melalui Kemenkum HAM terus melakukan sosialisasi mengenai substansi dari 14 isu krusial RKUHP. Apalagi sejumlah pasal masih menjadi sorotan publik.

"Edukasi kepada masyarakat lewat sosialisasi, khususnya terhadap 14 isu krusial RKUHP, harus semakin digiatkan agar publik dapat memahami substansinya secara lebih menyeluruh," pungkas Johan Budi.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan