close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Jokowi mengakui penggunaan batu bara turut menyebabkan polusi udara Jabodetabek. Foto Antara
icon caption
Presiden Jokowi mengakui penggunaan batu bara turut menyebabkan polusi udara Jabodetabek. Foto Antara
Nasional
Senin, 14 Agustus 2023 13:22

Jokowi akui pemakaian batu bara sebabkan polusi udara Jabodetabek

Pemerintah tengah mempersiapkan solusi jangka pendek hingga panjang untuk menanggulangi polusi udara Jabodetabek.
swipe

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui banyak faktor yang menyebabkan polusi udara di Jabodetabek dalam beberapa waktu terakhir sangat buruk sehingga tidak sehat bagi masyarakat beraktivitas. Salah satunya adalah penggunaan batu bara, baik untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) maupun industri manufaktur.

"Memang terdapat beberapa faktor yang menyebabkan situasi ini, antara lain, kemarau panjang selama 3 bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi, serta pembuangan emisi dari transportasi, dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," tuturnya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (14/8).

Jawaban tersebut jauh lebih lengkap daripada keterangan yang disampaikan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). Kemarin (Minggu, 13/8), Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro, mengklaim, buruknya kualitas udara di ibu kota dipengaruhi debu, arus angin berputar di tempat karena terhalang gedung-gedung tinggi, dan efek kendaraan bermotor.

Menurut Sigit, penggunaan batu bara di Jakarta cuma 0,42% sehingga tidak berdampak signifikan terhadap polusi udara yang terjadi. Ia menuding transportasilah yang biang keroknya lantaran berkontribusi hingga 44%.

Diketahui, setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara "mengepung" Jakarta: 10 PLTU di Banten dan 6 PLTU di Jawa Barat (Jabar). Adapun industri manufaktur yang berada dalam radius 100 km dari Jakarta per 2019 mencapai 418 fasilitas.

Lebih jauh, Jokowi menyampaikan, memiliki beberapa catatan atas polusi udara tersebut agar menjadi perhatian bagi kementerian/lembaga terkait. Untuk jangka pendek, ia meminta otoritas berwenang agar melakukan intervensi dalam meningkatkan kualitas udara di Jabodetebak lebih baik.

"Kemudian, juga rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi Euro 5 dan Euro 6, khususnya di Jabodetabek," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dalam rapat terbatas (ratas) tentang peningkatan kualitas udara di Jabodetabek. 

"Kemudian perbanyak ruang terbuka hijau (RTH). Dan tentu saja ini memerlukan anggaran. Siapkan anggaran," sambungnya.

Selain itu, Jokowi mengusulkan penerapan kerja secara hibrida atau campuran antara bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan bekerja dari kantor (work from office/WFO). "Enggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 75:25 atau angka yang lain."

Untuk jangka menengah, pemerintah bakal menggencarkan pengurangan penggunaan kendaraan berbasis fosil dan menggalakkan pemakaian transportasi publik. Apalagi, LRT Jabodebek dan kereta cepat Jakarta Bandung (KCJB) segera beroperasi.

"Dalam jangka panjang, untuk perlu memperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik, terutama di sekitar Jabodetabek," ucap Jokowi. "Yang terakhir, mengedukasi publik yang seluas-luasnya."

Berdasarkan data situs IQAir, kualitas udara Jakarta terburuk di dunia pada Minggu pagi, pukul 06.14. Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta tercatat 170 poin atau tidak sehat dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 93,2 mikrogram per meter kubik. Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).

Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 18.6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia Organization (WHO). Adapun kota terpolusi di dunia di bawah Jakarta pada saat yang bersamaan adalah Dubai, Uni Emirat Arab (AQI: 157); Johannesburg, Afrika Selatan (AQI:156); Hanoi, Vietnam (AQI: 151); dan Doha, Qatar (AQI: 140).

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan