Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menjanjikan bakal mengevaluasi penempatan TNI pada jabatan sipil. Ini buntut polemik penetapan militer aktif sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun demikian, ia belum berencana merevisi Undang-Undang (UU) Peradilan Militer. "Belum, belum sampai ke sana," ujarnya di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada Selasa (8/8).
Diketahui, penetapan Kepala Basarnas (Kabasarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi, dan Koorsmin Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto, sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek Basarnas oleh KPK dipersoalkan TNI. Alasannya, ada prosedur terkait penanganan perwira militer aktif yang terjerat pidana.
Presiden Jokowi pun angkat bicara mengenai masalah ini. Menurutnya, polemik tersebut terjadi karena minimnya koordinasi. Kendati begitu, ia menjanjikan akan mengevaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil.
Sementara itu, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mendorong revisi UU Peradilan Militer. Sebab, polemik ini tidak lepas dari ketidakpastian peraturan perundang-undangan yang ada.
"DPR jangan fokus pada usulan RUU baru setiap waktu atau mengubah UU lama yang mungkin belum cukup mendesak. DPR harusnya bisa melacak kebutuhan legislasi mendesak, seperti revisi UU Peradilan Militer yang menjadi pemicu kengototan militer mengambil alih kasus korupsi Basarnas dari KPK," tuturnya, Selasa (1/8).
Terpisah, Wakil Presiden Ma'ruf Amin tidak keberatan dengan usulan merevisi UU Peradilan Militer. "Saya kira, silakan terus berjalan dan sesuai dengan aspirasi yang muncul," ujarnya di Samarinda, Jumat (4/8). "Tentu undang-undang itu, kan, lebih baik merespons tuntutan yang terjadi."