close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Nasional
Selasa, 02 November 2021 22:41

Wujudkan janji COP26, Jokowi harus keluarkan hutan alam dari lokasi food estate

"Saat ini, ada 1,5 juta hektare hutan alam di area of interest food estate di empat provinsi saja."
swipe

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta melakukan beberapa hal untuk merealisasikan janjinya dalam Forum COP26 di Glaslow, Skotlandia, yakni mengakhiri deforestasi pada 2030. Mengeluarkan hutan alam, ekosistem gambut, dan wilayah masyarakat adat dari area minat lumbung pangan (area of interest food estate) agar tidak dikonversi, salah satunya. 

“Presiden juga harus menghentikan rencana alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan tujuan net sink FOLU 2030," kata Program Officer Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, Yosi Amelia, dalam keterangan tertulis, Selasa (2/11). "Saat ini, ada 1,5 juta hektare hutan alam di area of interest food estate di empat provinsi saja."

Selain itu, mempercepat restorasi gambut dengan memasukkan seluruh area terbakar pada 2015-2019 dan mendorong realisasi restorasi gambut di area izin hingga konsesi. Kemudian, memperkuat peran pemerintah daerah dalam menjalankan aksi adaptasi dan mitigasi di wilayahnya serta meningkatkan pendanaan hijau ke daerah. Langkah-langkah ini guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan pembangunan, termasuk pemulihan ekonomi nasional (PEN), yang konsisten dengan agenda net sink FOLU dan mengakhiri deforestasi. Melindungi seluruh bentang hutan alam dan ekosistem gambut tersisa, misalnya, diyakini bakal membantu Indonesia mewujudkan target itu. 

"Saat ini, masih ada 9,6 juta hektare bentang hutan alam tersisa yang belum terlindungi kebijakan penghentian pemberian izin baru dan oleh karenanya bisa terancam,” tegasnya.

Pemerintah pun didorong segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat guna melindungi hak masyarakat adat yang berada di garis depan perlindungan hutan alam tersisa. "Juga mengakselerasi dan memperkuat perhutanan sosial yang berpotensi berkontribusi hingga 34,6% terhadap target NDC dari pengurangan deforestasi,” imbuhnya.

Adapun Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, Trias Fetra, berpendapat, perlu kebijakan tegas dan tertulis agar pemerintah tidak menerbitkan izin perkebunan sawit baru di wilayah hutan alam dan ekosistem gambut pascamoratorium sawit.

“Jika tidak dihentikan, sekitar 1,73 juta ha hutan alam terancam," ucapnya mengingatkan. Seluruhnya berada di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) yang tak terlindungi peta indikatif penghentian pemberian izin baru (PIPPIB), di luar peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS), dan di luar izin yang ada.

“Jika penyelesaian keterlanjuran izin sawit di kawasan hutan turut mencakup area yang masih berhutan alam dan ekosistem gambut, sekitar 0,76 juta hektare hutan alam juga bisa terdampak pelepasan kawasan hutan. Jika seluruh hutan alam di atas hilang, hingga 78% 'jatah' deforestasi Indonesia untuk mencapai target updated NDC pada 2020-2030 akan habis,” tuturnya.

Sedangkan Program Officer Tata Kelola Biofuel Yayasan Madani Berkelanjutan, M. Arief Virgy, menyoroti komitmen pemerintah memanfaatkan energi terbarukan, termasuk bahan bakar nabati (biofuel). Baginya, wacana tersebut memerlukan ketegasan untuk menegakkan safeguards sehingga tidak membuka hutan alam dan ekosistem gambut.

“Mendiversifikasi bahan baku biofuel agar tidak hanya berfokus pada minyak sawit menjadi penting agar tidak ada kompetisi bahan baku untuk pangan dan energi sehingga dapat mencegah ekspansi lahan pada hutan alam dan lahan gambut,” tandasnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan