Pemerintah masih mengkaji dan menelaah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 tahun dari 4 tahun. Publik diminta menunggu hasil kajian dan telaah tersebut.
“Masih dalam kajian dan telaah Menko Polhukam,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, saat hendak bertolak ke Singapura dan Malaysia, Rabu (7/6). “Ditunggu saja.”
Diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, 25 Mei 2023. Gugatan dilayangkan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, atas Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam salah satu pertimbangan, hakim menyebutkan, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema 4 tahunan menyebabkan penilaian kinerja pimpinan KPK berlangsung 2 kali oleh presiden ataupun DPR. Penilaian berulang itu dianggap mengancam independensi KPK.
Perbedaan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga independen lain pun dinilai mencederai rasa keadilan. Alasannya, memperlakukan beda terhadap hal yang seharusnya berlaku sama dan perbedaan ini dipandang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh karena itu, sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, MK menganggap ketentuan yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen, yaitu 5 tahun.
Putusan ini tidak bulat. Ada empat hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka adalah Suhartoyo, Wahiduddins Adam, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. Pada intinya, keempatnya menganggap masa jabatan tidak berkaitan dengan rasa keadilan dan harus dilihat dari kelembagaan terkait pembentukannya.