Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan rerata biaya perjalanan ibadah haji (bipih) 2023 atau yang ditanggung jemaah menjadi Rp69.193.733,60 atau dibulatkan Rp69.193.734. Usulan tersebut menuai beragam respons publik mengingat terjadi kenaikan signifikan dibandingkan tahun lalu pada kisaran Rp39,88 juta.
Menanggapi usulan kenaikan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, biaya ibadah haji 2023 masih dalam proses kajian. "Biaya haji masih dalam proses kajian," katanya dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu (25/1).
Menurut Jokowi, biaya haji yang diusulkan oleh Kemenag belum final. Saat ini, pemerintah masih melakukan kajian dan kalkulasi terkait biaya haji tahun 2023.
"Itu belum final! belum final sudah ramai. Masih dalam proses kajian, masih dalam proses kalkulasi," ujarnya.
Kemenag mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 naik mencapai Rp98.893.909,11. Dari jumlah tersebut, Kemenag mengusulkan komposisi bipih Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat Rp29.700.175,11 (30%).
Komponen yang dibebankan kepada jemaah digunakan untuk membayar biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784, akomodasi di Makkah Rp18,768 juta, akomodasi di Madinah Rp5.601.840, biaya hidup Rp4,08 juta, biaya visa Rp1,224 juta, dan paket layanan masyair Rp5.540.109,60.
Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan, usulan ini dipertimbangkan guna memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi tersebut juga telah diperhitungkan melalui proses kajian.
"Itu usulan pemerintah. Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya, dengan komposisi seperti itu. Jadi, dana manfaat itu dikurangi tinggal 30%, sementara yang 70% menjadi tanggung jawab jemaah," kata Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (19/1).
Yaqut menilai, kebijakan formulasi komponen BPIH tersebut diambil dalam rangka menyeimbangkan antara besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat pada masa mendatang. Menurutnya, pembebanan bipih harus menjaga prinsip istitha'ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.
"Selain untuk menjaga itu, yang kedua ini juga soal istitha'ah, kemampuan menjalankan ibadah. Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu," tutur dia.