Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, pada Senin (2/12) menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Mahfud tiba di Gedung KPK sekitar pukul 13.00 WIB. Dia masuk melalui pintu belakang untuk menghindari kerumunan wartawan yang telah menunggu di depan lobi Gedung KPK. Alhasil tidak ada wartawan yang berhasil mengabadikan kedatangannya ke lembaga antirasuah itu.
Setelah melaporkan harta kekayaannya, Mahfud MD menemui wartawan. Ketika itu, ia ditanyai soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Mahfud menjawab Presiden Joko Widodo belum menentukan sikap untuk menerbitkan Perppu yang dapat membatalkan Undang-Undang KPK hasil revisi.
“Presiden kan sudah mengatakan, belum memutuskan untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan Perrpu. Karena Undang-Undangnya masih diuji di MK. Itulah pernyataan presiden, belum memutuskan untuk menerbitkan Perppu atau tidak menerbitkan Perrpu,” kata Mahfud saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/12).
Bahkan, kata Mahfud, Presiden Joko Widodo juga tak ingin Mahkamah Konstitusi memutuskan bekas Wali Kota Solo itu untuk dapat mengeluarkan Perppu. "Presiden juga tidak ingin nanti MK sebenarnya memutus hal yang sama, untuk apalagi Perrpu, kan begitu," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo masih mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK. Bekas Gubernur DKI Jakarta itu memilih untuk menunggu sampai proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai. Belakangan, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan uji materi UU KPK karena dianggap objek sengketa kabur.
KPK pun juga sebelumnya mengungkap bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK dianggap berpotensi melemahkan kinerja lembaga antirasuah. Setidaknya, terdapat 26 persoalan dalam perubahan kedua Undang-Undang KPK yang berisiko menumpulkan kinerja KPK.
Pasalnya, sejumlah kewenangan yang dikurangi merupakan kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas KPK. Bahkan, sejumlah aturan dalam RUU KPK itu tidak selaras antar pasal, sehingga menimbulkan tafsir beragam yang akan menyulitkan KPK dalam menangani perkara korupsi ke depan.