Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap pihak swasta, Jora Nilam Judge guna menyidiki kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat politisi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya tekah melayangkan surat pencegahan ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham sejak Mei lalu untuk enam bulan ke depan. Pencegahan tersebut dilakukan agar Jora kooperatif terhadap panggilan pemeriksaan KPK.
"Untuk kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diagendakan pemeriksaan yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri," kata Febri, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/7).
Nama Jora sendiri, terdaftar dalam jadwal pemeriksaan saksi KPK hari ini. Namun, dia mangkir dari panggilan pemeriksaan tersebut. Febri memastikan, pihaknya akan menjadwalkan ulang pemeriksaan.
Matan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) itu menilai, adanya keterlibatan Jora dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi Bowo Sidik. Namun, dia belum dapat menjelaskan lebih detil lantaran pihaknya perlu melalukan pemeriksaan terlebih dahulu.
"Yang pasti ketika misalnya penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi, berarti ada keterangan atau informasi yang diketahui oleh saksi tersebut yang penting untuk proses penyidikan ini," ujar Febri.
Bowo Sidik Pangarso, merupakan tersangka kasus suap kerja sama bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Namun dalam perkembngannya, KPK mengendus adanya praktik penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh eks anggota Komisi VI DPR RI itu.
Terdapat empat sumber penerimaan gratifikasi Bowo Sidik yang telah teridentidikasi oleh KPK, diantaranya pengesahan peraturan menteri terkait gula kristal rafinasi, beberapa kegiatan yang ada di salah satu BUMN, Proses penganggaran revitalisasi empat pasar di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, serta proses penglokasian anggaran pada beberapa kegiatan.
Sementara, dalam perkara suap kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran, Bowo bersama rekannya Indung diduga meminta fee dari Marketing Manager PT HTK Asty Winasti atas terjadinya kerja sama antara PT PILOG dengan PT ATK. Dia menetapkan fee yang diterimanya sebesar US$2 per metric ton. KPK menduga telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sebesar Rp221 juta dan US$85.130.
KPK menduga, uang tersebut telah diubah Bowo ke dalam pecahan Rp50.000 dan Rp20.000, sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop di PT Inersia Jakarta. Dalam temuam itu, KPK juga mengamankan 84 kardus yang berisi sekitar 400.000 amplop berisi uang. Uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019. Pada saat itu, Bowo terdaftar dalam pencalonan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.