Penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku seharusnya vonis terhadap terdakwa Heru Hidayat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri (Persero) tidak nihil. Meski demikian, Kejagung mengaku tetap menghormati putusan majelis hakim.
Penyidik bidang Pidana Khusus Kejagung, Supardi menyatakan, adanya kekeliruan dalam vonis yang dijatuhkan kepada bos PT Trada Alam Minera itu.
"Saya memandang adanya kekeliruan secara formil. Menurut kami putusan yang paling adil dengan berbagai pertimbangan kepentingan masyarakat dan nasabah, juga kepentingan lebih besar, vonis sesuai tuntutan hukuman mati,"kata Supardi di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (18/01).
Supardi menjelaskan, dalam Pasal 193 ayat 1 KUHAP dan 143 KUHAP memperkuat hukuman mati yang seharusnya dijatuhkan kepada terakwa Heru Hidayat. Pasalnya, majelis hakim juga telah menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi yang disangkakan.
"Yang jelas kami akan melakukan upaya hukum lanjutan (banding)," tuturnya.
Sebagai informasi, hari ini majelis hakim menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Asabri. Namun, Heru Hidayat tidak dijatuhkan hukuman penjara karena sudah menjalani hukuman pidana di kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Majelsi hakim menyatakan, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak melampaui surat dakwaan yang tidak menyebutkan hukuman mati di dalamnya. Padahal, surat dakwaan merupakan pagar batasan pertimbangan hukuman bagi seorang terdakwa.
Di sisi lain, majelis hakim menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti senilai Rp12.643.400.946.226. Kendati demikian, Heru Hidayat tidak disanksi denda sepeserpun.