Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak. Hal ini diketahui dalam persidangan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, di PN Tipikor Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (20/7).
JPU mengatakan, pada awal persidangan Galumbang telah mendengar dan menjawab pertanyaan majelis hakim soal surat dakwaan maupun identitasnya. Alhasil tidak ada alasan bagi kubu terdakwa untuk membantah surat dakwaan, sementara kliennya telah memahami isi dari surat tersebut.
“Dengan demikian dalil/alasan keberatan (eksepsi) penasihat hukum terdakwa tersebut tidak berdasar hukum dan harus dikesampingkan atau tidak diterima,” katanya di PN Jakpus, Kamis (20/7).
Kemudian terkait penyelesaian perkara lewat jalur perdata juga dibantah oleh JPU. Karena, kerugian keuangan negara telah terjadi dalam perkara ini.
Alhasil, hal ini bukan lagi berkaitan dengan ranah perdata karena masuk dalam delik korupsi. Hasil perhitungannya pun telah disampaikan sebagai alat bukti dalam persidangan.
“Hal tersebut diperkuat. Meskipun pekerjaan secara keseluruhan belum diselesaikan, namun tetap dibayarkannya pembayaran 100% dari nilai pelaksanaan kontrak pekerjaan pembangunan Infrastruktur BTS 4G,” ujarnya.
Selain itu, JPU juga memastikan pihak Galumbang harus membaca ulang lagi surat dakwaan dengan cermat. Meski pihak Irwan menuding surat dakwaan dibuat tidak cermat, namun JPU menganggap justru kubu Irwan yang tidak memahami dakwaan dengan baik.
Belum lagi, banyak keberatan dalam eksepsi yang mengarahkan kepada pembuktian perkara. Padahal, dalam persidangan sebelum putusan sela, bukan mengarah ke hal tersebut sebagai esensinya.
Bagi JPU, eksepsi terdakwa membuat persidangan ini dan telah memasuki tahap pembelaan (pledoi) atas tuntutan JPU dan memperlihatkan bahwa penasihat hukum terdakwa hanya mengada-ada dan mencari-cari kesalahan surat dakwaan. Padahal, kata JPU, yang sebetulnya penasihat hukum tidak mengerti substansi dan dasar hukum surat dakwaan penuntut umum.
“Karena alasannya yang disampaikan penasihat hukum terdakwa tersebut telah diluar ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Sehingga alasan dari penasihat hukum terdakwa tersebut tidaklah tepat dan harus ditolak atau dikesampingkan. Oleh karena alasan-alasan tersebut sudah terlalu jauh memasuki materi pokok perkara, padahal pemeriksaan terhadap materi perkara belum dilaksanakan dalam persidangan ini,’ ucapnya.
Pihak terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak menuding dakwaan yang didalilkan terkait dugaan korupsi proyek infrastruktur BTS 4G BAKTI Kominfo tidak tepat. Penaihat hukum Galumbang, Maqdir Ismail, menyampaikan, sebagai Proyek Strategis Nasional Pemerintah Republik Indonesia, proyek itu direalisasikan dengan cara ‘memaksa’ atau ‘mengancam’ keberlangsungan bisnis pelaku industri telekomunikasi, termasuk dirinya. Lantaran, agenda itu merupakan proyek nasional yang harus dijalankan sekalipun telah diperingatkan akan mustahil diwujudkan.
“Oleh karena itu, pasal-pasal yang didalilkan dalam surat dakwaan menjadi tidak tepat, karena kejadian korupsi yang didakwakan lebih cocok menjadi tindakan ‘pemerasan dan pengancaman’ oleh pejabat atau setidak-tidaknya merupakan perbuatan penyuapan,” katanya di PN Jakpus, Rabu (12/7).
Selain itu, pihaknya melihat perkara ini harus ditangani dahulu secara perdata atau setidak-tidaknya melalui penyelesaian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan/atau Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Keduanya dipergunakan untuk menjustifikasi perbuatan melawan hukum sehingga perkara ini selayaknya menjadi kewenangan peradilan perdata atau diselesaikan menurut tata cara yang ditentukan dalam UU Perbendaharaan Negara atau UU Keuangan Negara atau setidak-tidaknya haruslah dinyatakan prematur.
“Sebab belum ditempuh proses yang seharusnya dilalui untuk penyelesaian suatu kerugian negara,” ujarnya.
Alasan lain, dakwaan yang disampaikan bersifat error in persona karena pada saat ini kliennya telah berumur 57 tahun 5 bulan dengan kelahiran pada tanggal 17 Januari 1966. Sehingga Galumbang tidak lagi berumur 56 tahun seperti dimuat dalam Surat Dakwaan.
Kekeliruan itu menjadi semakin mencolok sebab selain “umur” ternyata “tanggal lahir" juga disebutkan, padahal menurut KUHAP keduanya bersifat alternatif sehingga cukup salah satu saja. Akan tetapi, keduanya dinyatakan dan ternyata terjadi kesalahan yang fatal.
“Sehingga jelaslah surat dakwaan itu menjadikan identitas Terdakwa menjadi kabur serta tidak jelas dan oleh karenanya telah terjadi error in persona dalam dakwaan a quo,” ucapnya.
Di samping itu, error in persona juga disebabkan oleh adanya fakta tentang identitas Galumbang yang disebutkan sebagai Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia. Dengan demikian, dalam kedudukannya seperti itu, Galumbang bukanlah pejabat negara atau pemerintahan yang dapat dipersalahkan melanggar aturan-aturan yang disebutkan sebagai dasar penyusunan surat dakwaan.