Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana, mempersoalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait jumlah pertambahan kekayaan perusahaan-perusahaan eksportir CPO dan produk turunannya dalam perkara korupsi minyak goreng (migor). Hal itu dicantumkan pada eksepsi atau keberatan yang disampaikan pada persidangan.
Sebelumnya JPU mendakwakan penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) yang dipermasalahkan telah memperkaya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas. Dalam dakwaannya, JPU menyebut Grup Wilmar diperkaya Rp1.693.219.882.064, Grup Permata Hijau Rp124.418.318.216, dan Grup Musim Mas Rp626.630.516.604.
"Menurut Surat Dakwaan, JPU menghitung pertambahan kekayaan tersebut berdasarkan selisih harga rata-rata internasional minyak goreng dengan harga rata-rata minyak goreng di pasar domestic dikalikan dengan kekuarangan CPO/minyak goreng untuk distribusi dalam negeri (DMO). Selisih harga tersebut dikalikan dengan total kekurangan CPO/minyak goreng untuk distribusi dalam negeri (DMO)," kata perwakilan kuasa hukum Wisnu, Aldres Jonathan Napitupulu di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (6/9).
Aldres mengatakan, penghitungan yang digunakan JPU tersebut didasarkan pada Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal Dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi Di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tanggal 15 Juli 2022. Menurutnya, penghitungan JPU tidak sesuai dengan ancaman pasal yang dikenakan kepada para terdakwa.
"Cara penghitungan yang digunakan JPU tersebut telah menyimpang dari pengertian “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi” yang dimaksud Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar dia.
Aldres menyebut, perhitungan keuntungan yang dimaksud dalam beleid tersebut seharusnya mengacu kepada nilai keuntungan sebenarnya yang diperoleh pihak yang didakwa telah diperkaya.
Lebih lanjut, imbuh Aldres, pihaknya menilai JPU tidak menguraikan dengan jelas dan cermat soal pertambahan kekayaan korporasi tersebut. Aldres menilai, JPU tidak menghitung jumlah keuntungan yang benar-benar diterima para perusahaan tersebut dari ekspor berdasarkan Persetujuan Ekspor diterbitkan Wisnu.
"JPU hanya menghitung berdasarkan jumlah ekspor yang diijinkan berdasarkan Persetujuan Ekspor yang diterbitkan, tanpa memperhitungkan berapa ekspor yang benar-benar telah dilakukan oleh para perusahaan pengekspor CPO dan produk turunannya tersebut," tutur Aldres.
Aldres mengklaim, faktanya para perusahaan dengan Persetujuan Ekspor tersebut belum mengekspor sebanyak kuota atau jatah ekspor yang diberikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 tahun 2022 maupun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08 tahun 2022, Persetujuan Ekspor (termasuk kuotanya) yang diterbitkan Wisnu berlaku untuk jangka waktu enam bulan, bukan langsung dilakukan ekspor sebesar kuota.
"Apabila JPU mendakwakan adanya keuntungan para perusahaan eksportir CPO dan produk turunannya tersebut, seharusnya dihitung dari selisih antara harga penjualan dengan harga produksi dari produk-produk yang telah diekspornya. Bukan dihitung berdasarkan perbedaan harga di pasar internasional dengan di pasar dalam negeri," tutur Aldres.
Oleh karena itu, pihaknya meminta majelis hakim menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Untuk diketahui, Indrasari Wisnu Wardhana dan empat terdakwa perkara minyak goreng didakwa merugikan negara hingga Rp18,3 triliun. Dakwaan disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) di dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (31/8).
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," kata JPU.
Atas perbuatannya, para terdakwa terancam melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana