Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menolak nota keberatan mantan Imam Besar Front Pembelas Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan (prokes).
"Menyatakan keberatan (eksepsi) dari penasihat hukum dan terdakwa Moh. Rizieq Shihab bin Sayyid Husein Shihab yang disampaikan dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), hari Jumat, tanggal 26 Maret 2021, tidak dapat diterima atau ditolak," kata JPU dalam persidangan yang disiarkan KompasTV dari PN Jaktim, Selasa (30/3).
Karenanya, majelis hakim diminta melanjutkan proses persidangan untuk membuktikan dakwaan yang telah disusun. "Sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan oleh karenanya, surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini," kata jaksa.
Habib Rizieq melalui eksepsinya sebelumnya meminta majelis hakim menolak dan menghentikan dakwaan JPU. Dalam eksepsi setebal 21 halaman, dia merasa dakwaan JPU adalah tuduhan keji atas kasus pelanggaran prokes.
Tak hanya itu, Rizieq juga menyinggung sejumlah kasus pelanggaran prokes yang tidak diusut lantaran merasa pelaku adalah orang dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti yang dilakukan selebritas Raffi Ahmad dan bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di pesta keluarga pembalap Sean Gelael di Jakarta Selatan, Rabu (13/1).
Pendiri FPI ini juga menyinggung kunjungan kerja Presiden Jokowi di Maumere, NTT, yang menimbulkan kerumunan. Atas dasar itu, Rizieq menganggap dikriminalisasi.
Dirinya pun menilai, kasus kerumunan saat pernikahan putrinya dan Maulid Nabi saw di markas FPI, Petamburan, sebagai diskriminasi hukum. Dalam kasus tersebut, Rizieq didakwa menghasut masyarakat untuk menghadiri acara dan melanggar prokes.
JPU mendakwa Rizieq dengan pasal berlapis, yakni Pasal 160 KUHP jo Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, atau Pasal 216 KUHP, atau Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, atau Pasal 14 ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular dan Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 59 ayat (3) UU Ormas.