Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyatakan lengkap atau P21 berkas perkara dugaan korupsi pemberian kredit proyek Bank Jawa Tengah (Jateng) cabang Jakarta kepada PT Garuda Technology. Kelengkapan itu menyangkut nama tersangka Bambang Supriyadi sebagai Dirut Garuda Technology.
“Telah dilakukan penahanan terhadap tersangka pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2022,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konpers di Mabes Polri, Rabu (16/2).
Ramadhan menuturkan, penahanan dilakukan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Sementara, kata Ramadhan, untuk tersangka kedua bernama Bina Mardjani hingga saat ini belum dilakukan penahanan dikarenakan kondisi kesehatannya yang tidak layak untuk mendekam di dalam sel tahanan.
Menurut Ramadhan, selanjutnya penyidik akan mempersiapkan untuk dilakukannya pelimpahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU). Namun, dia tidak merinci waktu pelimpahan itu.
"Segera dilakukan untuk pelimpahannya," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengungkap dugaan korupsi pemberian kredit proyek Bank Jawa Tengah (Jateng) cabang Jakarta kepada PT Garuda Technology. Kredit yang diberikan pada periode 2017-2019 itu membuat penyidik menetapkan Bina Mardjani selaku mantan pimpinan Bank Jateng Cabang Jakarta dan Bambang Supriyadi sebagai Dirut Garuda Technology sebagai tersangka.
Wadir Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Kombes Cahyono Wibowo mengatakan, Bina Mardjani diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyetujui kredit proyek tersebut. Padahal, proyek itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tersangka Bina Mardjani yang sudah mengetahui proyek berjalan tidak sesuai dengan pengajuan justru membiarkan dana tersebut digunakan. Negara akhirnya merugi hingga Rp307.943.794.372 atas perbuatan terangka Bina.
"Dia (Bina Mardjani) menerima fee 1% dari nilai proyek yang dicairkan dari Debitur," kata Cahyono di Bareskrim Polri, Senin (27/12).
Lebih lanjut Cahyono menjelaskan, tersangka Bambang diduga melakukan rekayasa kontrak kerja proyek sebagai dasar pengajuan kredit di Bank Jateng Cabang Jakarta. Dia memberikan uang imbal jasa atas persetujuan kredit kepada tersangka Bina senilai Rp1,6 miliar. Akhirnya, keuangan negara merugi Rp174.447.324.726 atas perbuatannya.
"Pemberian dicicil tiga kali, masing-masing sebesar Rp1 miliar, Rp300 juta dan Rp300 juta, jadi total sebesar Rp1,6 miliar," tuturnya.
Penyidik dalam perkara ini telah menyita barang bukti uang senilai Rp3.883.870.000 yang diperuntukkan bagi pembayaran pekerjaan, penyitaan pembayaran premi asuransi Askrindo terhadap 14 kredit proyek dengan total senilai Rp6.317.928.000. Selain itu, pengembalian cash collateral PT Garuda Technology sebesar Rp200.000.000, serta penyitaan uang dari analis kredit sebesar Rp10.000.000, dan penyitan uang hak tagih Pembayaran dari PT INTI ke PT Garuda Technology sebesar Rp110.000.000. Lalu, penyitaan hasil pengelolaan Hotel C3 Ungaran sebesar Rp367.046.90.
"Jumlah total uang yang disita Rp 10.888.844.900," tuturnya.
Untuk aset telah disita sebidang tanah seluas 1.242 meter persegi yang terletak di Ngablak, Wonosegoro, Kabupaten Boyolali dengan nilai Rp100.000.000 dan sebidang tanah seluas 901 meter persegi yang terletak di Suruh Kabupaten Semarang dengan nilai Rp200.000.000.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.