close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) memberikan keterangan pers terkait OTT kasus dugaan suap terkait seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag), di Jakarta, Sabtu (16/3)./ Antara Foto
icon caption
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) memberikan keterangan pers terkait OTT kasus dugaan suap terkait seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag), di Jakarta, Sabtu (16/3)./ Antara Foto
Nasional
Jumat, 22 Maret 2019 11:36

Kebijakan Menag Lukman sebabkan jual beli jabatan di UIN

PMA Nomor 68 tahun 2015 dinilai memberi peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
swipe

Dugaan praktik jual beli jabatan untuk posisi rektor Universitas Islam Negeri (UIN) dinilai bermuara pada keputusan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin yang menerbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 68 tahun 2015. Peraturan tersebut dinilai memberi peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Pengamat pendidikan Doni Koesuma menjelaskan, hal ini disebabkan peraturan tersebut memberi kewenangan terlalu besar pada menteri agama, untuk menentukan rektor terpilih.

"Kan sudah ada panitia seleksi (pansel) yang diusulkan oleh PT (perguruan tinggi), menteri masih harus membuat panitia seleksi yang kriteria orangnya tidak jelas. Potensi KKN ada saat tiga nama masuk ke tangan Menag," ujar Doni kepada jurnalis Alinea.id di Jakarta, Jumat (22/3).

Oleh karena itu, dia menyarankan agar porsi Kemenag dalam menentukan rektor diperkecil. Tim seleksi pun didorong agar hanya mengajukan satu nama calon rektor untuk ditetapkan.

Cara demikian dinilai dapat memperkecil celah terjadinya praktik KKN. Sebab, Kemenag tidak punya pilihan lain karena memiliki kewenangan yang setara dengan panitia seleksi.

"Satu nama disampaikan ke Menag, Menag tinggal menetapkan. Yang sekarang, tim pansel masih mengajukan tiga nama dan ini bisa menjadi sumber KKN," kata dia.

Direktur Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin membuka kemungkinan untuk mengevaluasi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan.

Menurut Kamaruddin, PMA ini merupakan ijtihad Menag Lukman Hakim Saifuddin, untuk meminimalisasi ketegangan politik di kampus. Sebelum adanya PMA tersebut, kata dia, terjadi polarisasi di kampus antarpendukung calon rektor. Bahkan, polarisasi berujung dengan bagi-bagi jabatan terhadap tim sukses rektor.

Menurut dia, PMA 68 Tahun 2015 terbit mengatasi masalah itu. Lagipula, aturan tersebut terbit melalui perdebatan panjang.

"Ini latar belakang kenapa PMA ini muncul. Kampus menjadi sangat politis dan dampaknya sampai mahasiswa, karena masing-masing punya dukungan,” ujar Kamaruddin melalui keterangan resmi yang diterima redaksi Alinea.id.

Sementara itu, Rektor UIN Jakarta Amany Lubis menampik pemilihan rektor di institusinya dipengaruhi politik uang. Menurutnya, pemilihan berjalan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

"Dalam rangka proses Pilrek (pemilihan rektor) UIN Jakarta tidak terjadi politik uang. Kepada pihak luar diminta agar tidak turut campur untuk memperkeruh suasana, dan membangun opini negatif terhadap institusi UIN Jakarta," kata Amany sebagaimana dikutip dari situs uinjkt.ac.id.

Dia pun menantang pihak-pihak yang mengaku memiliki bukti terjadinya praktik KKN dalam proses pemilihan rektor UIN Jakarta, untuk melaporkan ke penegak hukum.

Amany menerangkan, 27 rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) telah dipilih melalui PMA 68 Tahun 2015. Proses pemilihan 27 rektor itu pun tidak diwarnai persoalan dan berjalan lancar.

Polemik baru menyeruak setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OOT), salah satunya terhadap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Dari penangkapan tersebut, berkembang asumsi bahwa pemilihan rektor juga sarat praktik korupsi.

"Ribut ini muncul karena adanya peristiwa OTT yang melibatkan Kanwil dan Kakankemenag, kemudian diasumsikan pemilihan rektor juga bermasalah, sesuatu yang tidak identik,” ujar Amany.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengungkap adanya potensi korupsi dalam pemilihan rektor UIN. Dalam acara Indonesia Lawyer Club yang tayang di stasiun televisi swasta TVOne, Mahfud menyebut ada tarif Rp5 miliar untuk kursi rektor UIN.

img
Armidis
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan