close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi judi online./Foto Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi judi online./Foto Pixabay.com
Nasional
Minggu, 16 Juni 2024 06:00

Judi online pun menjangkit anggota TNI-Polri

Solusi untuk memberantas judi daring di kalangan aparat tak mudah lantaran sudah kadung masif dan memengaruhi perilaku.
swipe

Judi online atau daring bukan saja membuat warga sipil tergoda. Prajurit TNI dan anggota Polri pun ikut terbuai. Bahkan, memakan korban.

Semisal, personel kesehatan Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Mobile RI-PNG Batalyon Infanteri 7 Marinir TNI Angkatan Laut, Lettu Laut Eko Damara, yang ditemukan bunuh diri di Yahukimo, Papua Pegunungan pada Sabtu (27/4) lalu. Eko diduga terlilit utang ratusan juta karena bermain judi daring.

Lalu, pada Selasa (4/6), anggota Batalyon Kesehatan 1 Divisi Infanteri 1 Kostrad Bogor, Prajurit Dua Prima Saleh Gea ditemukan gantung diri di Rumah Sakit Lapangan Yonkes 1/YKH/1 Kostrad, Bogor. Diduga, ia juga memilih mengakhiri hidup karena terjerat judi daring.

Judi daring pun menjadi biang keladi petaka rumah tangga antara Briptu FN dan Briptu Rian. Briptu Rian tewas usai dibakar istrinya, FN, di rumahnya di Kompleks Asrama Polisi Polres Mojokerto, Jawa Timur pada Sabtu (8/6). Diduga, FN kesal karena uang di rekening suaminya itu ludes karena judi daring. Padahal, Rian baru saja menerima gaji ke-13 dari pemerintah.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Saputra Hasibuan, judi daring sudah sangat berbahaya. Nyata sangat menimbulkan dampak serius hingga menyebabkan seseorang mengakhiri hidup karena utang yang menumpuk.

“Saat ini sudah menelan korban jiwa dari kalangan TNI dan anggota Polri. Memang kian mengkhawatirkan,” ucap Edi kepada Alinea.id, Jumat (14/6).

Edi berpandangan, demi mencegah korban jiwa lagi, pengawas internal Polri dan TNI mesti mulai melakukan pemantauan terhadap aparat yang doyan main judi daring. Sebab, efeknya mendorong orang rela berutang ratusan juta rupiah.

“Setelah mereka tidak mampu membayar utang, mereka memilih mengakhiri hidup,” tutur Edi.

Sanksi tegas bagi aparat yang kedapatan main judi daring, menurut Edi, harus diterapkan pengawas internal. “Kalau memang ada kalangan anggota yang terbukti main (judi), bisa seharusnya dipecat. Oleh karena itu, satgas judi daring juga perlu tegas,” kata dia.

Tantangan memberantas judi daring

Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, judi daring terjadi masif seiring dengan meningkatnya pengguna internet. Konsekuensinya, masyarakat—tak terkecuali anggota TNI dan Polri—terpapar judi daring.

“Judi online terbilang sangat masif dalam kegiatan kampanye promosinya. Bahkan hingga melibatkan para influencer digital dan opinion leader,” tutur Khairul, Jumat (14/6).

Menurut Khairul, kekhawatiran anggota TNI dan Polri terpapar judi daring agak terlambat. Soalnya, mereka tidak hidup di dalam ruang hampa. Namun, beraktivitas di tengah masyarakat. Akibatnya, mereka pun bisa terpapar dari lingkungan, dengan iming-iming keberuntungan fantastis dari iklan judi.

“Jika mereka berada di lingkungan pergaulan yang rentan, maka keterlibatan dalam judi online sangat mungkin hanya menjadi awal dari berbagai masalah besar,” kata Khairul.

“Apa yang kita lihat hari-hari ini di lingkungan TNI, Polri, maupun pemerintahan, sebenarnya hanya ‘bisul-bisul’ yang mulai meletus karena sekian lama dibiarkan tak terkendali dan tak terawasi dengan baik.”

Solusi untuk memberantas judi daring di kalangan aparat juga tak mudah lantaran sudah kadung masif dan memengaruhi perilaku. Buktinya, banyak yang rela berutang untuk berjudi.

“Kita tidak boleh lupa bahwa judi itu punya efek adiktif. Bayangkan, mereka yang terpapar itu tidak mungkin hanya melakukannya di saat senggang yang mestinya dimanfaatkan untuk rehat atau melakukan interaksi sosial, tapi juga sangat mungkin mengakses judi online ketika masih berada di jam kerja,” kata dia.

"Efek adiktif pada judi juga bisa membuat para pelaku menghalalkan segala cara untuk mendapat uang supaya bisa berjudi lagi.”

Banyak pelaku judi daring melakukan tindak kriminal, seperti mencuri, menipu, menggelapkan uang, atau membunuh karena kecanduan. Situasi ini didukung dengan kemudahan fasilitas perbankan yang memberi pinjaman secara digital, yang dimanfaatkan untuk meminjam uang guna bermain judi.

“Perjudian merupakan praktik ilegal yang jelas merugikan. Perekonomian negara pasti terdampak,” ucap Khairul.

“Apalagi judi online ini lebih banyak beroperasi transnasional, melampaui batas-batas kedaulatan negara. Devisa yang mengalir keluar tak terkendali akan sangat membahayakan stabilitas ekonomi.”

Lebih jauh lagi, kata Khairul, praktik judi daring bisa berkembang menjadi gangguan keamanan. Tantangan pemberantasannya pun terganjal pemanfaatan kedaulatan ruang digital, yang serba dilematis antara keamanan dan demokrasi.

“Ruang digital sifatnya stateless, ‘anarkis’, dan penggunanya memiliki peluang anonimitas,” ucap dia.

Karena itu, negara punya kesulitan untuk mengintervensi ruang digital. Bahkan ketika perbuatan melawan hukum terjadi.

“Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menyembunyikan diri, menghindari pengawasan, dan membuka akses ruang digital yang ditutup oleh otoritas,” kata Khairul.

Menurut dia, situs-situs penyedia judi online banyak dioperasikan dari negara yang melegalkan judi. Hal itu merupakan tanda bila Indonesia sangat lemah menahan “wabah” judi daring dari sisi hukum. Di sisi lain, meski punya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mayoritas kasus judi online masih dijerat dengan Pasal 303 KUHP.

“Karena berbagai kendala prosedur yang dihadapi penyidik,” tutur dia.

Pencegahan konvensional yang dilakukan aparat penegak hukum, seperti patroli siber atau memblokir situs judi daring, kata dia, sudah tak bisa lagi diandalkan. Perkaranya, pola yang terjadi, pemblokiran satu situs malah membuat ribuan situs baru bermunculan. Khairul memandang, pemerintah masih mencari formula model penanggulangan judi daring yang cocok dengan iklim digital dan sosial-politik di Indonesia.

“Saat ini salah satu mekanisme pengawasan ruang digital paling efektif adalah yang dipraktikkan oleh Tiongkok. Tapi, meniru cara Tiongkok itu tidak mudah,” kata Khairul.

“Selain karena membutuhkan sumber daya yang besar, negara-negara yang relatif liberal akan menghadapi lebih banyak tantangan terkait kebebasan dan hak-hak sipil dalam pemanfaatan ruang digital.”

Di samping itu, teknologi dan regulasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengawasan terhadap akses internet terlarang pun bisa disalahgunakan untuk mengawasi aktivitas warga, yang semestinya dihormati dan dilindungi.

“Jadi serba dilematis,” ujar Khairul.

Khairul menyarankan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyakit judi daring di kalangan aparat TNI dan Polri adalah dengan membangun lingkungan kedinasan serta pergaulan yang lebih sehat dan positif.

“Para pemimpin dan para senior punya peran penting dalam hal ini. (Untuk) bagaimana melakukan pengawasan, menjalankan pengasuhan, dan menunjukkan keteladanan,” tutur dia.

“Itu yang penting, selain sekadar ancaman sanksi.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan