close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki. (foto: Antara)
icon caption
Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki. (foto: Antara)
Nasional
Sabtu, 11 November 2017 23:14

Jumlah banyak, regulasi di Indonesia minim kualitas

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menilai adanya jual-beli pasal turut memicu kekacauan hukum di Indonesia.
swipe

Sejak Indonesia merdeka, sebanyak 1.909 Undang-Undang (UU) tercatat di lembaran negara. Selain itu, ada 1.844 Peraturan Presiden (Perpres), 4.829 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5.242 Keputusan Presiden (Kepres) serta 188 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang juga sudah masuk dalam lembaran negara.

Sedangkan untuk Peraturan Daerah (Perda), ada sebanyak 15.205 dan 12.083 Peraturan Menteri (Permen) serta 3.220 Peraturan Lembaga Non Kementerian.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), teten Masduki menegaskan perlunya penataan regulasi. Terlebih peraturan di negara ini terlalu banyak dan kompleks dan menghambat pelayanan pemerintah dan pembangunan nasional.

"Riset Bappenas menyebutkan penataan regulasi sangat diperlukan mengingat kualitas regulasi kita juga sangat rendah namun jumlahnya sangat banyak, kurang pemahaman, tanpa otoritas tunggal, ditambah substansinya juga masih bermasalah," kata Teten sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (11/11).

Mantan aktivis anti-korupsi itu menilai, banyak regulasi bertentangan satu sama lainnya dan menjadi persoalan besar di Indonesia.

Sementara Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara, Mahfud MD mengungkapkan tiga penyebab kekacauan hukum di Indonesia. Ia pun mengingatkan, persoalan tersebut tidak hanya menjadi urusan Kementerian Hukum dan Ham.

Adapun faktor pertama ialah subjek pembuat peraturan minim pengalaman dan tidak profesional. Sedangkan faktor kedua menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu ialah adanya permainan politik seperti tukar menukar materi dalam pembuatan regulasi.

"Pernah ada persoalan seperti ini tentang kesepakatan undang-undang yang kemudian kami batalkan di Mahkamah Konstitusi," sambungnya.

Terakhir, pemicu kekacauan hukum adalah adanya tidak pidana suap dalam pembuatan undang-undang. Mahfud pun menyebut proses tersebut sebagai jual-beli pasal dalam pembuatan peraturan.

"Ini soal jual-beli pasal dalam proses pembentukan undang-undang,” tandasnya.

img
Syamsul Anwar Kh
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan