Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, bahwa jumlah peserta dana pensiun masih sangat rendah yaitu hanya 6%.
"Sebagaimana kita ketahui orang dewasa Indonesia yang mengikuti program pensiun hanya sekitar 6%. Angka ini relatif sangat rendah," ujar Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara dalam acara Penutupan Bulan Inklusi Keuangan 2021, Selasa (2/11).
Menurut Tirta, keikutsertaan penduduk usia dewasa dalam program pensiun terbilang cukup penting. Hal ini dikarenakan agar di kemudian hari tidak membebani ahli waris.
"Kita semua perlu menyiapkan hari tua kita, agar tidak menjadi beban bagi ahli waris di kemudian hari," lanjutnya dalam daring.
Oleh karena itu, OJK melakukan berbagai upaya dengan terus mendorong tingkat inklusi keuangan. Hal tersebut dilakukan agar mampu menciptakan pola hidup yang terbiasa menabung dan investasi, demi masa depan lebih baik.
"Melalui kebiasaan menabung sejak dini dapat menciptakan budaya hidup hemat, tidak membelanjakan uang untuk hal-hal yang kurang bermanfaat," jelas Tirta.
Persoalan tersebut dikarenakan masih adanya celah di antara tingkat inklusi keuangan dengan tingkat literasi keuangan. Di mana tingkat inklusi keuangan Indonesia berada pada posisi yang relatif tinggi, yakni sebesar 76% pada 2019. Tingkat inklusi ini tercatat tidak merata penyebarannya, yaitu dengan tingkat inklusi keuangan masyarakat perkotaan mencapai 84% lebih tinggi dibanding masyarakat pedesaan 65%.
Sedangkan, untuk tingkat literasi keuangan tercatat masih rendah yaitu hanya mencapai 38%. Literasi keuangan ini perlu didorong terlebih dahulu supaya masyarakat dapat lebih tertarik untuk memanfaatkan produk dan layanan keuangan yang telah tersedia.
"Kami yakin tingkat pemahaman yang lebih baik terhadap produk dan layanan jasa keuangan akan mendorong masyarakat untuk menggunakan produk keuangan yang sesuai dalam beraktivitas ekonomi," tutup Tirta.
Dengan demikian, tingginya tingkat inklusi keuangan tidak diikuti dengan tingkat pemahaman masyarakat akan produk keuangan.