Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penurunan angka gagal tumbuh atau pendek (stunting) sebesar 14% pada 2024. Hingga kini, kasus stunting di Indonesia berada pada 24,4%.
Sesuai perhitungan, terang Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, penurunan angka stunting per tahun harus sekitar 2,7%. Namun, Presiden Jokowi ingin berkurang 3% pada tahun depan.
"Bapak Presiden juga meminta agar tahun depan kalau bisa turun 3%. Rata-rata memang harus turun 2,7% kalau mau mencapai angka 14%,” ujarnya dalam telekonferensi soal strategi penurunan stunting, Selasa (11/1).
Budi Gunadi menambahkan, perlu adanya intervensi gizi spesfik dan gizi sensitif guna menurunkan angka stunting. Kedua komponen tersebut dinilai menyumbang masing-masing 30% dan 70% untuk menurunkan angka stunting.
"Semua ini Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) yang pegang untuk mengokestrasikan karena tadi ada 15 kementrian/lembaga yang bergerak melakukan program intervensi ini juga," tuturnya.
Terkait intervensi gizi spesifik, menurutnya, akan ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum masa kehamilan atau juga kepada remaja putri. Sementara itu, intervensi gizi sensitif melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan menjadi bagian dari kerja sama lintas sektor dengan sasaran masyarakat secara umum di lokasi tertentu.
"Kami di Kemenkes (Kementerian Kesehatan) membangun konsentrasi di intervensi yang spesifik, yaitu 30% saja, [sedangkan] Kepala BKKBN mengoordinasikan kementerian kami dan yang 70% dari stunting ini," jelasnya.
Eks Wakil Menteri BUMN ini melanjutkan, Kemenkes juga bakal melakukan analisis intervensi gizi spesifik, terutama sebelum dan setelah lahir. Pangkalnya, kedua hal tersebut menjadi faktor penentu terjadinya stunting.
Intervensi sebelum lahir menjadi fokus mengingat sekitar 23% dari total kelahiran anak dalam kondisi stunting akibat kurang gizi selama kehamilan. Intervensi setelah lahir pun bakal digenjot karena meningkat signifikan pada 6-23 bulan menyusul adanya kekurangan protein hewani pada makanan pendamping air susu ibu (MPASI), yang mulai diberikan sejak enam bulan.
"Karena itu, Kemenkes akan fokus pada intervensi gizi spesifik sehingga [kasus] stunting-nya naik lagi ke atas. Nah, dua titik lemah inilah yang kita fokuskan diintervensi spesifik yang menjadi tanggung jawab Kemenkes," pungkas Budi Gunadi.