close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (keenam kanan) memimpin rapat kabinet terbatas (Ratas) di Istana Merdeka, Jakarta. Antara Foto
icon caption
Presiden Joko Widodo (keenam kanan) memimpin rapat kabinet terbatas (Ratas) di Istana Merdeka, Jakarta. Antara Foto
Nasional
Sabtu, 12 Oktober 2019 14:57

Kabinet Kerja jilid II dinilai tak berintegritas berantas korupsi

Presiden Jokowi tak lagi melibatkan KPK untuk menilai para menteri.
swipe

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, menilai komposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo pada kabinet kerja jilid II tidak memiliki integritas untuk memberantas korupsi. Pasalnya, pola rekrutmen kabinet tersebut jauh berbeda dibanding 2014 silam.

Badrun menuturkan, pola rekrutmen untuk menyusun Kabinet Kerja pada 2014 dinilai lebih baik lantaran terdapat beberapa tahapan untuk menyeleksi menteri. Misalnya, kata dia, mengenai keterlibatan KPK untuk melihat rekam jejak calon menteri.

“Tapi kali ini saat menyusun kabinet, Jokowi tak melakukan itu lagi. Tak ada upaya seleksi calon menteri pada kabinet yang akan datang dengan memeriksa dari sisi tindakan koruptifnya misalnya. Dan sampai saat ini tidak terlihat," kata Badrun dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10).

Nihilnya keterlibatan KPK dalam menyeleksi calon menteri, kata Badrun, memiliki indikasi bahwa Presiden Jokowi menganggap lembaga antirasuah itu lemah. "Bagaimana lembaga yang dianggap lemah (oleh Jokowi) memeriksa calon menteri dengan perspektif antikorupsi," tutur dia.

Karena itu, Badrun mengatakan, tidak terlibatnya KPK dalam melakukan rekam jejak terhadap calon menteri ,maka dapat dipastikan penyusunan kabinet kerja jilid II merupakan yang terburuk dibanding sebelumnya.

“Jika menteri yang disusun tidak ada pertimbangan tentang sikap antikorupsinya, menurut saya ini episode buruk dalam penyusunan kabinet,” ucapnya.

Lebih lanjut, Badrun menilai imbas dari tidak terlibatnya KPK dalam melakukan rekam jejak para calon menteri, maka akan berimbas pada alotnya penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan RUU KPK.

Hal itu didasarinya dari pernyataan sejumlah koalisi partai politik pendukung Jokowi yang menolak diterbitkannya Perppu KPK. Terlebih dengan sikap Jokowi yang tidak mengeluarkan Perppu, kata Badrun, menandakan ada kepentingan besar yang mengurung mantan Wali Kota Solo itu.

"Kalau (penolakan Perppu KPK) didukung partai, berarti dukungan partai dominan tidak keluarkan Perppu KPK. Dalam konteks itu Jokowi tersandera oleh kekuatan oligarki yang besar," tutur dia.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan