close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon. Foto cirebon.ayoindonesia.com/
icon caption
Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon. Foto cirebon.ayoindonesia.com/
Nasional
Senin, 13 Desember 2021 09:33

Kabupaten Cirebon jadi pilot project penanganan kekerasan berbasis gender

Banyak hal yang sudah dilakukan Kabupaten Cirebon dengan melibatkan masyarakat termasuk forum anak.
swipe

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan United Nations Population Fund (UNFPA), mengunjungi Kabupaten Cirebon yang merupakan salah satu dari empat derah di Indonesia sebagai pilot project penguatan kapasitas daerah untuk pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender (KBG), termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, praktik-praktik berbahaya bagi perempuan dan anak seperti  perkawinan anak serta Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) pada 7-8 Desember 2021. Daerah lainnya yang dijadikan pilot project yaitu, DKI Jakarta, Kota Palu, dan Kabupaten Sigi.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA Rohika Kurniadi Sari menyampaikan, Kabupaten Cirebon memiliki praktik baik sebagai pemerintah daerah yang mempunyai amanat melaksanakan program dan kegiatan dalam  upaya terbaik penanganan KBG. Terkait praktik perkawinan anak dan sunat anak perempuan serta praktik berbahaya lainnya yang  berdampak bagi perempuan dan anak, banyak hal yang sudah dilakukan Kabupaten Cirebon dengan melibatkan masyarakat termasuk forum anak.

Lebih lanjut, Rohika menjelaskan terdapat praktik yang sangat progresif yang dilakukan di Kabupaten Cirebon, di antaranya oleh Fahmina Institut sebagai salah satu jaringan ulama perempuan di Kabupaten Cirebon yang kuat mendukung pemerintah dalam  penanganan kekerasan berbasis gender melalui kajian keagamaan yang diperkaya dengan pandangan Islam.

Manager Islam dan Demokrasi Marzuki Rais menjelaskan, Fahmina merupakan lembaga masyarakat yang bekerja berbasis pesantren. Fahmina bergerak dalam isu-isu islam demokrasi dan islam gender dengan mengadvokasikan Isu-isu penguatan komunitas, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan keadilan gender dengan berbasis tradisi pesantren. Khusus mengenai keadilan gender, Fahmina juga mengadvokasi dan melakukan pendampingan kepada  buruh migran  agar menjadi buruh migran yang aman dengan perspektif agama.

Marzuki menambahkan, dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-1, yang diselenggarkan di Pesantren Al-Islamy, Kebun Jambu, Cirebon, terdapat 9 isu yang penting dibahas di antaranya kekerasan seksual, alam, pendidikan perempuan, dan perkawinan anak. Pertemuan KUPI bertujuan untuk membuat rekomendasi atau pandangan yang menghasilkan fatwa berdasarkan  isu-isu yang muncul ditingkat akar rumput. KUPI menjembatani pesantren dengan aktivis di lapangan terkait isu-isu di masyarakat, khususnya perempuan dan anak sampai tingkat akar rumput.

Selain itu, praktik progresif juga dilakukan oleh salah satu pesantren besar di Cirebon, yang memiliki 1800 santri terdiri dari 1100 santri laki-laki dan 700 santri perempuan, yaitu pesantren Al-islamy, Kebun Jambu, Cirebon, yang dipimpin seorang perempun, Nyai Masriyah Amva sebagai salah satu agen perubahan di pesantren. 

“Adanya kepeminpinan perempuan di pesantren  ini mampu mengubah cara pandang yang kuat dalam budaya patriarki di pesantren,” jelas Rohika, dalam keterangan resminya, Senin (13/12).

Rohika juga mengungkapkan, melalui pesantren dapat dilakukan penanganan kekerasan berbasis gender. Salah satunya untuk menurunkan angka perkawinan anak dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat melalui para santri yang juga menjadi agen perubahan  untuk memperkuat Kabupaten Cirebon. Cirebon akan memiliki sistem pembangunan dalam sistem perencanaan berkelanjutan yang dampaknya diharapkan dapat mewujudkan pembangunan anak berkualitas ke depan. Dengan terpenuhihnya hak anak melalui kabupaten/kota layak anak diharapkan ke depan tidak ada lagi kekerasan, diskriminasi, dan penelantaran.

Sementara Bupati Cirebon Imron optimistis, program ini akan sukses. Tetapi tentunya perlu ada dukungan pendampingan dan penyuluhan baik dari pemerintah pusat maupun daerah terhadap masyarakat. Pada pertemuan di Pendopo Bupati Cirebon, yang juga dihadiri oleh Dinas PPKBP3A Kabupanten Cirebon, Ketua P2TP2A, Dinas Kesehatan, Bappeda, Pengadilan Agama Sumber, KUA, Tim Kemen PPA, dan Tim UNFPA, Imron juga menyampaikan keberpihakan pemerintah terhadap perempuan sudah dilakukan di antaranya melalui 30% keterwakilan perempuan dalam politik dan penggerak perempuan. Kesadaran perempuan harus terus-menerus ditingkatkan dan diperlukan pendampingan yang  berkelanjutan.

Sementara itu,  Kasus perkawinan anak yang masih tinggi di Kabupaten Cirebon dan beberapa daerah lainnya seperti Indramayu, Cianjur, dan Sukabumi karena faktor ekonomi dan kemiskinan masih menjadi PR bersama yang juga memerlukan pembinaan terus menerus.

Dalam penanganan kekerasan berbasis gender, Kabupaten Cirebon telah memiliki peraturan Bupati Cirebon Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak, KUA Kabupaen Cirebon sejak 2017 telah memiliki program bimbingan perkawinan selama 2 hari. Kemudian  program penurunan angka kematian Ibu dan bayi sebagai program prioritasnya. Kabupaten Cirebon juga menguatkan pelayanan dan penanganan kasus kekerasan dengan mewajibkan tenaga medis menjadi informan bila ada kasus kekerasan terhadap perempuan. Hingga saat ini, Kabupaten Cirebon telah memiliki 60 Puskesmas Ramah Anak dan aktif dalam pencegahan praktik Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP).

Selanjutnya, Kepala Perwakilan UNFPA di Indonesia Anjali Sen menerangkan, UNFPA merupakan agensi PBB yang fokus pada kesehatan reproduksi dan kependudukan. UNFPA bekerja dengan mandat kelahiran direncanakan dan setiap bayi lahir selamat serta potensi  setiap anak muda harus diutamakan . UNFPA telah menjalin kerja sama dengan pemerintah sejak 1972.

“Ini adalah siklus ke 10, kerja sama UNFPA dengan pemerintah RI dan Kemen PPPA adalah salah satu mitra di bawah koordinasi Bapenas. UNFPA Bekerja dengan 3 zero: Zero angka kematian ibu, kematian dari kelahiran yang direncanakan, serta kekerasan berbasis gender dan praktik berbahaya. Dengan target kerja yaitu  kelompok yang rentan dan termarginalkan, sebagaimana tujuan dalam Sdgs, yaitu tidak satupun yang tertinggal,” ungkap Anjali.

Anjali juga menjelaskan bahwa Cirebon menjadi salah satu pilot dalam meningkatkan layanan terkait kekerasan berbasis gender. Dalam kerja sama sebelumya, telah menghasilkan layanan one stop service di daerah untuk perempuan korban kekerasan.

img
Siti Nurjanah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan