close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah organisasi mahasiswa mengecam perlakuan aparat kepolisian saat menangani aksi keprihatinan dan demonstrasi peringataan 20 tahun reformasi yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin (21/5) lal
icon caption
Sejumlah organisasi mahasiswa mengecam perlakuan aparat kepolisian saat menangani aksi keprihatinan dan demonstrasi peringataan 20 tahun reformasi yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin (21/5) lal
Nasional
Jumat, 25 Mei 2018 10:37

KAHMI tuntut Polri tanggung jawab atas jatuhnya korban dalam demonstrasi di Istana

HMI menyesalkan tindakan represif aparat kepolisian saat menangani aksi demonstrasi di depan Istana pada 21 Mei lalu.
swipe

Majelis Nasional (MN) Korps Alumni HMI (KAHMI) mengutuk keras perlakuan aparat kepolisian saat menangani aksi keprihatinan dan demonstrasi peringataan 20 tahun reformasi yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin (21/5) lalu. Sejumlah mahasiswa terluka dalam aksi tersebut karena tindakan represif aparat kepolisian.

Koordinator Presidium MN KAHMI, Siti Zuhro, mengatakan demonstrasi merupakan bagian dari ekspresi menyatakan pendapat yang keberadaannya dijamin dalam negara demokrasi. Karenanya dalam menanganinya, aparat kepolisian harus bertindak secara profesional tanpa menimbulkan korban. 

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu juga menuntut kepolisian agar bertanggungjawab atas timbulnya korban dalam aksi tersebut. Menurutnya, kepolisian harus melakukan pengusutan dan penindakan atas ketidakprofesionalan yang dilakukan anggotanya agar di masa depan tidak ada lagi peristiwa serupa.

Tidak hanya itu, KAHMI juga meminta kepolisian untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas hal tersebut.

Sementara bagi para mahasiswa yang menjadi korban dalam aksi tersebut, MN KAHMI pun menyatakan siap memberikan perlindungan hukum.

Solidaritas Kelompok Cipayung Plus

Kecaman serupa disampaikan sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus DKI Jakarta yang terdiri dari GMNI Jakpus, HMI Pustara, PMKRI Jakpus, HIKMAHBUDHI Jakut, KMHDI Jakarta, LMND Jakarta, PERISAI Jakarta, dan SEMMI Jakarta Raya.

Koordinator Cipayung Plus, Kathon mengatakan mereka meminta kasus tersebut diusut secara tuntas. Cipayung Plus juga meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengevaluasi kinerja jajarannya di Polda Metro Jaya, agar tak menambah buruk citra Polri di mata masyarakat.

"Kasus kekerasan yang menimpa salah satu aktivis Jakarta, beberapa waktu lalu memang sangat memprihatinkan, hal ini menunjukkan bagaimana ketakutan rezim terhadap mahasiswa sudah mulai terlihat," katanya di Sekretariat PMKRI, Jakarta Pusat, Kamis (24/5) malam.

Kathon yang juga aktivis PMKRI ini melanjutkan, penanganan Polri dalam aksi tersebut terkesan brutal dan tidak menghargai HAM. Tindakan seperti sangat mengganggu kenyamanan para aktivis dalam menyampaikan aspirasinya terhadap pemerintah, padahal apa yang dilakukan itu demi kebaikan bangsa dan negara.

Aktivis HMI Adim Razak, mempertanyakan masih terjadinya perlakukan represif seperti di masa Orba, setelah 20 tahun reformasi bergulir. Menurutnya, hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta yang notabenenya pusat pemerintahan, tetapi juga di daerah.

Adapun korban dalam aksi di depan Istana Negara, terdapat tujuh orang mahasiswa yang dirawat di rumah sakit. Satu di antaranya mengalami patah tulang rusuk.

"Maka itu, kami meminta untuk mengusut tuntas terhadap pelaku, yaitu terhadap oknum kepolisian," ujarnya kepada Alinea. 

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan