Kanalisasi motor di ruas ganjil-genap, setengah hati atasi macet dan polusi
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mulai menggelar uji coba perluasan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi ganjil-genap pada 12 Agustus hingga 6 September 2019.
Uji coba ini dilakukan di 16 ruas jalan tambahan. Salah satunya Jalan Gatot Subroto. Tampak plang pemberitahuan area ganjil-genap sudah diubah dengan perubahan waktu yang baru.
Perluasan sistem ganjil-genap di wilayah DKI Jakarta berpijak dari Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara Ibu Kota, yang dikeluarkan pada 1 Agustus 2019 lalu. Rencananya, aturan perluasan sistem ganjil-genap mulai berlaku pada 9 September 2019.
Aturan baru dan pro-kontra
Ada beberapa poin baru yang diterapkan dalam perluasan ganjil-genap. Waktu pelaksanaan berlaku setiap Senin hingga Jumat, pagi hari pukul 06.00 WIB hingga 10.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB. Kecuali Sabtu dan Minggu, serta hari libur nasional. Sebelumnya, aturan ganjil-genap di sore hari hanya berlaku pada pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB.
Aturan baru juga menerapkan sistem ganji-genap di 25 ruas jalan, termasuk 28 gerbang tol. Sebelumnya hanya 9 ruas jalan. Di dalam on-off ramp tol tak lagi diberi pengecualian.
Di samping itu, sebelumnya hanya ada 10 jenis kendaraan pengecualian, antara lain ambulans; pemadam kebakaran; angkutan umum (pelat kuning); sepeda motor; angkutan barang khusus BBM dan BBG; kendaraan berpelat dinas TNI dan Polri; kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang jadi tamu negara; kendaraan Ketua Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); kendaraan untuk pertolongan kecelakaan lalu lintas; dan kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.
Di dalam aturan baru, ada dua tambahan kendaraan pengecualian, yakni kendaraan yang membawa masyarakat disabilitas dan kendaraan yang digerakkan motor listrik.
Yang menarik, sebelumnya ada wacana memberlakukan ganjil-genap untuk sepeda motor. Namun, rencana itu hanya tinggal wacana. Meski demikian, sepeda motor dikenakan skema kanalisasi di ruas-ruas jalan yang terkena aturan ganjil-genap.
Afid Hendri, mahasiswa yang kerap melakukan aktivitas ke kampus menggunakan sepeda motor sepakat dengan sistem kanalisasi sepeda motor ini. Bahkan, Afid sebenarnya setuju jika aturan ganjil-genap juga diterapkan pada sepeda motor.
"Kalau hanya untuk mobil saja, nanti pengendara mobil kan bisa saja malah beralih ke sepeda motor, bukan ke transportasi umum," kata Afid saat ditemui Alinea.id di bilangan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (10/8).
Skema kanalisasi sepeda motor, kata Afid, lebih rentan dilanggar dibandingkan peraturan marka jalan lainnya. Pelanggaran itu, terutama akan terjadi di jam-jam macet dan sibuk.
Sementara itu, pengendara sepeda motor lainnya, Benny Cahyadi mengeluhkan bila sistem ganjil-genap benar-benar diterapkan untuk kendaraan roda dua. Alasannya, dia akan kesulitan beralih ke transportasi umum karena tak tinggal di Jakarta.
"Saya kan tinggal di Ciledug, kalau berangkat kerja ke Jakarta selalu dini hari. KRL belum beroperasi, jadi mau tidak mau pakai sepeda motor. Kalau (sepeda motor) pakai sistem ganjil-genap, yang ada saya dipecat nanti karena telat terus," ujar Benny ditemui di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (10/8).
Akan tetapi, Benny masih menerima aturan skema kanalisasi. Catatannya, kata dia, marka yang disediakan harus jelas, seperti pembatas beton Transjakarta.
"Jadi motor sulit juga melewatinya. Kalau sekadar garis-garis putih atau kerucut jalan (traffic cone) yang dipasang, ya siapapun gampang melanggarnya," katanya.
Polusi dan kanalisasi
Ketika dikonfirmasi, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, sepeda motor tak banyak berpengaruh terhadap peningkatan polusi udara di Jakarta. Oleh karenanya, kendaraan roda dua itu tak terkena aturan ganjil-genap.
Sigit menuturkan, meski populasi sepeda motor besar, tetapi dari data yang pihaknya dapat, kendaraan roda dua ini tak berpengaruh besar terhadap pencemaran udara.
“Makanya untuk kebijakan ganjil-genap, roda dua dikecualikan,” kata Sigit saat dihubungi, Senin (12/8).
Kesimpulan tersebut diambil Dinas Perhubungan DKI Jakarta dari data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). KPBB merupakan jaringan kerja yang dipelopori tiga organisasi nonpemerintah, yakni Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lembaga Konsumen Hijau Indonesia (Lemkohi), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Baru-baru ini, KPBB mengeluarkan riset terkait penyebab utama polusi udara di Ibu Kota. Berdasarkan data yang mereka kutip dari Breathe Easy Jakarta tahun 2017, sumber pencemar udara dalam bentuk partikel yang berukuran di bawah 2,5 mikron di Jakarta adalah kendaraan bermotor sebesar 57%, industri sebesar 25%, debu jalan sebesar 8%, domestik sebesar 3%, pembakaran sampah sebesar 2%, dan proses konstruksi sebesar 5%.
Sementara sumber pencemar udara dalam bentuk partikel yang berukuran di atas 2,5 mikron di Jakarta adalah kendaraan bermotor sebesar 47%, industri sebesar 22%, debu jalan sebesar 11%, domestik sebesar 11%, pembakaran sampah sebesar 5%, dan proses konstruksi sebesar 4%.
"Dari pengukuran teman-teman di KPBB ini, hasilnya roda dua tidak terlalu berpengaruh terhadap pencemaran udara," tuturnya.
Oleh karenanya, penerapan sistem ganjil-genap tetap diberlakukan hanya kendaraan roda empat, mengingat pula kepadatan ruas-ruas jalan yang dominan disesaki mobil. Penerapan ganjil-genap, kata Sigit, berpengaruh terhadap perbaikan kualitas udara di Jakarta.
Selain untuk mengurangi polusi udara, ganjil-genap juga dijadikan momen untuk mengubah perilaku pengguna kendaraan pribadi, roda empat maupun dua, untuk beralih ke transportasi umum.
Terkait skema kanalisasi sepeda motor yang akan diterapkan, Sigit mengatakan, hal itu sebenarnya sudah dilakukan menjelang pelaksanaan Asian Games di Jakarta, tahun lalu.
“Itu kan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Di Pasal 18 ayat 3 menyatakan bahwa sepeda motor atau kendaraan berkecepatan rendah dan angkutan barang itu berada di lajur paling kiri,” kata Sigit.
Sigit mengatakan, marka dan rambu untuk skema jalur khusus sepeda motor akan dipersiapkan di ruas-ruas jalan yang terkena aturan ganjil-genap. Polanya, kata dia, akan sama seperti yang sudah pernah diterapkan sebelumnya, dan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Sigit menegaskan, kanalisasi sepeda motor akan dilakukan di 25 ruas jalan yang terkena perluasan ganjil-genap. Ke depan, Sigit pun memastikan akan melakukan pengawasan dan penegakan aturan hukum. Pihaknya akan bekerja sama dengan kepolisian untuk mengetatkan tilang elektronik demi melanggengkan kanalisasi sepeda motor.
Setengah-setengah
Namun, skema jalur khusus sepeda motor ini dianggap setengah-setengah oleh pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setidjowarno. Menurut dia, sepeda motor tampak tak menjadi prioritas untuk dilakukan pembatasan mobilitasnya.
"Padahal, populasi sepeda motor sangat besar, dan selama ini menjadi masalah buat Jakarta," ujar Djoko saat dihubungi, Kamis (7/8).
Djoko mengatakan, pertumbuhan sepeda motor di Jakarta setiap tahun mengalami kenaikan paling besar dibandingkan mobil. Periode 2010 hingga 2015, rata-rata pertumbuhan sepeda motor mencapai 9,7% hingga 11% per tahun. Sementara mobil, hanya tumbuh rata-rata 7.9% hingga 8,8% per tahun.
“Demikian juga dengan kasus pelanggaran lalu lintas, sebanyak 65% tercatat dilakukan pengendara sepeda motor dibanding moda roda empat, bus, dan mobil barang," tuturnya.
Djoko berharap, pemerintah lebih serius mengkaji kebijakan terhadap transportasi, bila tujuannya untuk mengurangi polusi udara dan kemacetan.
"Bukan setengah-setengah," ucapnya.
Dia menyarankan, pemberlakuan sistem ganjil-genap juga diterapkan untuk kendaraan roda dua, bukan cuma memberlakukan kebijakan sistem kanalisasi.
Djoko mengingatkan, dahulu sistem pembatasan sepeda motor di Jalan MH Thamrin, Bundaran HI, dan Jalan Medan Merdeka pada 2015 cukup berhasil menurunkan volume mobilitas kendaraan hingga 22,4%. Kecelakaan lalu lintas pun menurun sebesar 30%.
"Sayangnya kebijakan ini tidak diberlakukan lagi karena ada gugatan warga ke Mahkamah Agung, dan dikabulkan dengan alasan melanggar hak asasi manusia,” ucapnya.
Djoko melanjutkan, logikanya membiarkan mobilitas sepeda motor yang jelas berkontribusi pada peningkatan angka kecelakaan, ketidaktertiban berlalu lintas, polusi udara, dan kemacetan, juga melanggar HAM.
Selain itu, Djoko mengingakatkan, perlu perbaikan transportasi umum secara menyeluruh. Misalnya angkutan Jak Lingko, yang menurutnya masih kurang diperhatikan dengan baik.
Jak Lingko merupakan program transportasi satu harga untuk satu kali perjalanan, yang diluncurkan Pemprov DKI Jakarta di bawah Anies Baswedan.
Bukti kebijakan Jak Lingko tak diperhatikan, kata dia, terlihat dari penggunanya yang masih minim. Sebab, rute yang dilintasi angkutan Jak Lingko berada di kawasan permukiman yang warganya mayoritas memiliki sepeda motor.
“Tapi tidak ada yang beralih, selama jalan-jalan di Jakarta tidak membatasi mobilitas sepeda motor," ujarnya.