Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melaporkan pihak Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Pelaporan dilakukan atas dugaan pelanggaran prosedur hukum dalam penetapan tersangka terhadap Veronica Koman dan penahanan enam mahasiswa Papua.
Veronica ditetapkan sebagai tersangka penyebaran informasi bohong dan provokasi terkait insiden pengepungan asrama mahasiswa di Surabaya, Jawa Timur. Sementara enam mahasiswa yang ditahan terkait pengibaran bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara.
Perwakilan AMP Surabaya, Dolly, mengatakan Veronica tidak dapat dikenakan tindak pidana atas penyebaran informasi di media sosial, karena saat itu statusnya merupakan kuasa hukum AMP. Bahkan, kata dia, informasi yang disebarkan Veronica Koman bersumber dari AMP.
“Veronica Koman tidak dapat ditetapkan tersangka, karena dia berbicara sebagai advokat kami, AMP,” kata Dolly di kantor Kompolnas, Jakarta, Rabu (18/9).
Kuasa hukum AMP yang lain, Tigor Hutapea, yang juga perwakilan LBH Jakarta, mengatakan hal yang sama. Namun meski mengamini informasi yang disampaikan Veronica berasal dari AMP, Tigor juga membenarkan Veronica tak ada di Indonesia saat menyampaikan informasi di media sosial yang dianggap bohong dan provokatif.
“Itu adalah bentuk kesewenangan terhadap Veronica Koman karena informasi itu benar dari AMP yang merupakan kliennya. Memang saat itu Veronica Koman ada di luar negeri, tapi informasinya benar dari mereka yang di lokasi,” katanya menuturkan di lokasi yang sama.
Tigor mengatakan, pihaknya melaporkan penyidik hingga Kapolda Jawa Timur ke Kompolnas atas dugaan pelanggaran penyidikan. Ia berharap setelah pelaporan ke Kompolnas, polisi dapat membebaskan Veronica Koman dari status tersangka.
Selain itu, laporan ke Kompolnas dilakukan atas dugaan terjadinya kesalahan prosedur penangkapan terhadap para mahasiswa Papua saat demo di depan Istana Negara.
Perwakilan LBH Jakarta Okky Wiratama mengungkapkan, penahanan enam orang mahasiswa yang dititipkan di Mako Brimob dilakukan dengan proses hukum yang tidak sah. Termasuk di dalamnya tentang penerbitan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“Sampai saat ini baru dua SPDP yang diberikan dari enam mahasiswa Papua yang ditahan di Mako Brimob,” tuturnya.
Selain ihwal SPDP, Okky juga mempersoalkan pembatasan kunjungan kepada keluarga enam mahasiswa tersebut. Padahal berbagai syarat dari polisi telah dipenuhi.
“Surat izin dan surat kuasa sudah kami berikan, tapi ada pembatasan terhadap kami untuk melakukan kunjungan terhadap mereka,” katanya.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyatakan pihaknya telah menerima laporan AMP dan LBH Jakarta. Hari ini juga, KOmpolnas akan mendisposisi laporan tersebut ke Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur untuk melakukan klarifikasi.
“Hari ini pengaduan diterima, diregister, dan dikirim ke Pak Kapolda. Akan diklarifikasi kemudian Kapolda menjawab klarifikasi tersebut,” ucapnya.