close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Rencana pembangunan Bendungan Mbay di NTT. Dok. Kementerian PUPR
icon caption
Rencana pembangunan Bendungan Mbay di NTT. Dok. Kementerian PUPR
Nasional
Senin, 30 Mei 2022 17:16

Kapolri didesak copot Kapolda dan Kapolres di NTT

Pembangunan waduk Wadas di Purworejo dan Waduk Lambo Mbay di Nagekeo sama-sama merupakan PSN.
swipe

Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus menurunkan tim untuk memeriksa aparat dan mencopot Kapolres Nagekeo dan Kapolda NTT. Lantaran, sikap aparat kepolisian dalam pembangunan waduk Wadas di Purworejo dengan melakukan penangkapan, penahanan dan penyiksaan ke sejumlah warga terulang di Waduk Lambo Mbay di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, sikap aparat dan Kapolres Nagekeo tidak mencerminkan adanya Reformasi Polri yang telah dicanangkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menjunjung hak asasi manusia (HAM) dan turunannya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Untuk itu, menjadi tugas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menegakkan aturan terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran hukum. 

“Tentunya, dengan mencopot Kapolres Nagekeo dan Kapolda Nusa Tenggara Timur,” kata Sugeng dalam keterangan, Senin (30/5).

Sugeng menyampaikan, pembangunan waduk Wadas di Purworejo dan Waduk Lambo Mbay di Nagekeo sama-sama merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan dalam pelaksanaannya terjadi pro dan kontra. Bedanya, kalau di Wadas kepemilikan tanahnya merupakan orang perorang. 

“Sedangkan di Waduk Lambo Mbay ini tanah yang akan dibangun merupakan tanah ulayat milik masyarakat adat Suku Rendu,” ucap Sugeng.

Sugeng menyampaikan, aparat memaksakan kehendaknya sehingga yang timbul adalah konflik horisontal di masyarakat. Pada Waduk Lambo Mbay, Kapolres memaksakan diadakan ritual adat di titik nol tapi dilakukan oleh Suku Kawa yang merupakan suku di luar Rendu yang tidak mempunyai sangkut paut dengan tanah proyek Waduk yang akan dibangun. 

Waktunya, telah ditentukan tanggal 24 Maret 2022 kendati ditolak oleh Suku Rendu karena yang melaksanakan ritual bukan Suku Rendu.  Oleh karenanya, saat berlangsungnya acara, masyarakat adat rendu menghadang Suku Kawa dan terjadi perang mulut, saling dorong dan nyaris berkelahi di hadapan Kapolres Nagekeo, namun situasi tegang itu bisa diantisipasi aparat keamanan. 

Penghadangan kedua, terjadi pada 4 April 2022 saat Kapolres Nagekeo bersikukuh untuk memulai pembangunan waduk yang diawali dengan apel siaga dan juga acara ritual adat. Penghadangan oleh Suku Rendu dilakukan di pintu masuk proyek Waduk. 

Saat dilakukan penghadangan, Matheus Bui yang memimpin ritual dengan parang pusaka adat (topo) yang diacungkan, tiba-tiba apatat polisi menyerbu dan menangkap para penghadang. Sebanyak 23 orang ditangkap dan dibawa ke Polres Nagekeo untuk menjalani pemeriksaan.

Ketika ditangkap, mereka mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan dan ditendang. Bahkan, penangkapan terhadap masyarakat yang menolak pembangunan Waduk Lambo Mbay dilakukan aparat di rumah warga, saat mereka sedang makan dan tidur. 

“Penyiksaan kepada 23 warga itu berlanjut setelah mereka berada di Mapolres Nagekeo,” ujar Sugeng. 

Pada hari itu, mereka dijemur diterik matahari tiga kali, pertama selama satu jam, kemudian yang kedua satu setengah jam dan yang ketiga ketika Kapolres datang menemui mereka. Selain itu Kepolisian membiarkan oknum wartawan melakukan kekerasan dengan memukul kepala salah satu tokoh Masyarakat adat. 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan