Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman, mendorong Kapolri, Jenderal Listyo Sigit, mengambil alih kasus pembunuhan Astri Evita Manafe dan Lael Maccabe, ibu dan anak, di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pangkalnya, Polda NTT dinilai lamban dalam memposes kasus yang sudah berjalan tiga bulan tersebut.
"Saya didesak-desak Pak Kapolri oleh masyarakat NTT yang pada saat ini lagi fokus pada masalah pembunuhan seorang ibu dan anak yang oleh mereka dipandang penanganan hukumnya tidak adil, penanganan hukumnya tersendat-sendat, penanganan hukumnya ditengarai penuh dengan rekayasa," tuturnya dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Kapolri di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (24/1).
Dua warga Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan/Kecamata Kelapa Lima, Kota Kupang, Astri Manafe (30) dan anaknya (1), ditemukan tewas di dalam kantong plastik hitam di sebuah proyek SPAM di Kota Kupang, akhir Oktober 2021. Keduanya ditemukan tak bernyawa setelah tiga bulan pergi tanpa kabar.
Benny mengatakan, ada tiga alasan kasus pembunuhan ibu dan anak ini menyita perhatian publik NTT. Pertama, penangan hukum sangat lamban.
"Ibu dan anak ini meninggalkan rumahnya pada 27 Agustus 2021 dan telah dilaporkan ke mana dia pergi, lalu tiba-tiba tiga bulan kemudian ditemukan tewas, dan itupun kebetulan sebuah eksavator menggali jalan di sebuah wilayah di Kota Kupang," bebernya.
Kedua, Polda NTT menetapkan Randy Badjideh, sebagai pelaku tunggal. Padahal, ditengarai pelakunya tidak seorang diri. Randy, yang sudah menikahi Ira Ua, disebut-sebut menjalin hubungan terlarang dengan Astri sehingga menghasilkan Lael.
Benny melanjutkan, berdasarkan bukti-bukti yang didapat dari tim pencari fakta di Kota Kupang, ditemukan fakta bahwa pelaku tidak tunggal. Apalagi, Randy tiba-tiba datang ke Polda NTT dan mengakui sebagai pelaku pembunuhan.
"Pelakunya namanya Randy, tiba-tiba datang ke kantor polisi, dan mengaku dialah pelakunya. Jadi, ada semacam rekayasa terhadap pelakunya ini. Artinya, ada pelaku-pelaku lain sebetulnya, tapi ada kesan pelaku-pelaku lain ini ditutup-tutupi dan yang ditutup-tutupi ini bukan pelaku biasa," yakin politikus Demokrat itu.
Terakhir, Randy menyebut membunuh Astri dengan cara mencekik. Berdasarkan pengakuan Randy saat rekonstruksi perkara beberapa waktu lalu, Astri juga membunuh anaknya juga dengan cara mencekik. Padahal, kata Benny, merujuk hasil autopsi, ditemukan ada benda tumpul yang menyebabkan memar dan sebagainya.
"Jadi, ada kejanggalan-kejanggalan. Atas nama masyarakat NTT, mohon kebijakan Pak Kapolri jika berkenan ambil alih kasus ini demi keadilan yang seadil-adilnya," pungkasnya.
Dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (22/1), kuasa hukum keluarga korban, Adhitya Nasution, menyatakan, akan menemui Komnas HAM dan Komisi III DPR terkait dugaan adanya pelaku lain dalam kasus tersebut.
Dirinya berpendapat, Kapolda NTT, Irjen Setyo Budiyanto, belum berniat menyelesaikan kasus. Padahal, publik menginginkan kehadiran Setyo Budiyanto, yang menggantikan Irjen Lotharia Latif, dapat mengungkap kasus secara transparan. Kapolri memutasi Lotharia ke Papua saat penanganan kasus berjalan dua bulan.
Menurut Adhitya, dugaan adanya pelaku lain muncul lantaran tidak ada kesesuaian antara hasil visum dan rekonstruksi perkara yang dilakukan penyidik Polda NTT.