Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian diminta untuk mengusut tuntas dugaan keberpihakan Kapolres Bima AKBP Erwin Ardiansyah, kepada Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019. Jika dugaan tersebut terbukti, Kapolri diharapkan tak ragu untuk memberlakukan sanksi tegas.
"Jika benar, Kapolri harus mencopotnya karena yang bersangkutan sudah melanggar TR (telegram rahasia) Kapolri tentang netralitas Polri," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane saat dihubungi jurnalis Alinea.id di Jakarta, Jumat (29/3).
Pernyataan Neta ini merespons beredarnya tangkapan layar dari grup WhatsApp "Pilpres 2019", yang diduga berisi sejumlah anggota Polri yang berupaya memenangkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 01. Nama AKBP Erwin Ardiansyah, tampak dalam tangkapan layar tersebut.
Dalam tangkapan layar yang beredar di media sosial, Erwin memerintahkan para kapolsek untuk berupaya memenangkan Jokowi-Ma'ruf, dengan target kemenangan minimal 60%. Kapolsek yang gagal memenangkan pasangan petahana, akan mendapat evaluasi dari kapolda.
Ia juga memerintahkan para kapolsek untuk membuat baliho 01 di tiap desa atau kelurahan.
"Apa yang dilakukan Kapolres Bima itu harus diusut Mabes Polri secara tuntas. Apakah kapolres benar-benar yang melakukannya atau tidak," kata Neta.
Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menilai keberpihakan Polri di Pilpres 2019 sebagai sesuatu yang mungkin terjadi. Terlebih Polri telah melakukan pemetaan dukungan masyarakat, pada kedua pasang kandidat peserta Pilpres 2019.
Tangkapan layar yang tersebar di media sosial tersebut, membuat netralitas Polri di Pilpres 2019 semakin diragukan. Bagi Mudzakir, Kapolri menanggung beban tanggung jawab atas kondisi ini.
“Kalau saya jadi presiden, kapolrinya sudah saya copot karena tidak bertindak tegas atas netralitas anggotanya. Kalau begitu, kapolri seperti membiarkan anggotanya berpihak, yang itu tidak diperbolehkan,” kata Mudzakir saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Berbeda, pengamat kepolisian, pertahanan, dan keamanan dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, meminta masyarakat agar tidak buru-buru mempercayai kabar tersebut. Sebab dalam banyak kasus, isu semacam itu justru diembus oleh tim pemenangan salah satu kandidat.
"Jadi kemudian jika tiba-tiba ada isu yang muncul bahwa Polri atau TNI di framing antiIslam, atau di framing anti-yang lain-lain, saya kira harus dicerna dengan baik," ucapnya.
Muradi justru menilai Polri masih berada dalam koridor yang normatif dalam Pilpres 2019 ini.
"Saya sampai hari ini meyakini betul bahwa kapasitas Polri dan TNI itu menjaga marwah organisasinya," ucapnya.
Karena itu, dia meminta masyarakat agar tidak terlalu cepat berasumsi negatif terhadap lembaga yang dipimpin Tito Karnavian itu.
"Karena nanti kasihan teman-teman Polri atau TNI sendiri. Buat saya, baiknya kalau ada isu yang dimunculkan seperti itu ya tinggal dibuktikan saja," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, sebuah grup WhatsApp yang diduga berisi sejumlah anggota Polri tengah menjadi sorotan. Dalam tangkapan layar yang beredar, terdapat percakapan yang berupaya memenangkan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019.
Grup bernama "Pilpres 2019" itu berisi 43 anggota yang diduga menjabat sebagai kapolres, kapolsek, hingga anggotanya di daerah Bima. Percakapan grup itu dibocorkan oleh salah satu anggota yang telah dikeluarkan dari grup tersebut.
Percakapan dalam grup tersebut, diposting oleh sebuah akun Twitter @marierteman, Jumat (29/3). Mabes Polri belum membantah maupun mengonfirmasi kebenaran hal tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan atas informasi tersebut.
“Kita akan cek kebenaran isu tersebut. Bila terbukti benar ada oknum anggota Polri yang terlibat sesuai dengan fakta hukum, pasti akan ada tidakan tegas oleh Propam Polda dan akan diawasi oleh Divisi Propam Polri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku,” kata Dedi.