Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat telegram resmi mengenai pencegahan terjadinya tindakan kekerasan yang berlebihan. Surat bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 itu ditandatangani Kepala Divisi (Kadiv) Propam Irjen Ferdy Sambo.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan adanya surat telegram itu yang dikeluarkan setelah peristiwa ketidakprofesionalan penanganan dugaan pencabulan di Luwu Timur, dan penanganan kasus pemerasan pedagang di Medan, kemudian mahasiswa 'di-smackdown'.
"Iya benar (ada surat telegram itu),” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (18/10).
Dalam surat telegram tersebut, Kapolri memerintahkan penindakan tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat. Penindakan harus dilakukan secara prosedural yang transparan dan adil.
Kemudian, diperintahkan memberikan punishment atau sanksi tegas terhadap anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan kekerasan berlebihan, serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.
“Memerintahkan seluruh Kabid Humas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan yang terjadi,” bunyi salah satu poin salam surat telegram.
Lalu, seluruh kapolda, kapolres, kasat, dan kapolsek juga diperintahkan meningkatkan pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku. Pengawasan tersebut juga diharuskan dilakukan oleh Propam Polri saat pengamanan unjuk rasa atau kegiatan dengan kerawanan tinggi.
Pada pengamanan itu, seluruh personel juga harus diberikan arahan pimpinan pasukan, latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game agar seluruh personel mengetahui teknik pengamanan dengan pasti.
Selain itu, diperintahkan mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak melakukan tindakan arogan, kemudian sikap tidak simpatik, kata-kata kasar, penganiayaan, penyiksaan, dan tindakan yang berlebihan.
Selanjutnya, diperintahkan pula untuk mengoptimalkan fungsi operasional khususnya yang berhadap langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
Sebelumnya, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta DPR RI dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera panggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai bentuk respons langsung atas kritik yang dilayangkan masyarakat terhadap institusi Polri. Juga sebagai upaya jaminan agar semua institusi dalam pemerintah melihat pesan substansial dari bergulirnya berbagai ekspresi kritik dan keluhan masyarakat terhadap Polri.
"Jangan justru dibungkam dan membuat masyarakat takut berpendapat," kata ICJR dalam keterangan tertulis hari ini.
Ini disampaikan ICJR merespons munculnya sejumlah kritik terhadap institusi Polri belakangan ini, seperti #PercumaLaporPolisi. Sepekan terakhir, lanjut ICJR, juga muncul berbagai keluhan masyarakat berkaitan dengan tindak tidak profesional anggota kepolisian yang cukup jamak terjadi.
Deretan kasus lainnya, lanjut ICJR, mulai dari 14 Oktober 2021 lalu, muncul juga sejumlah serangan yang diduga dilakukan oleh anggota-anggota kepolisian terhadap seorang warga yang mengekspresikan kekecewaannya lewat cuitannya terhadap institusi polri.
"Tindakan- tindakan tersebut dilakukan bahkan sampai dengan bentuk pengancaman dan upaya peretasan akun yang sudah masuk ke dalam bentuk tindak pidana," ungkapnya.