Mantan terdakwa kasus korupsi GMT Pertamina Karen Agustiawan, telah resmi bebas dari Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Suami, anak, menantu, cucu, serta kuasa hukum, menjemputnya.
Saat keluar, Karen menyatakan kebahagiaannya bisa kembali menghirup udara segar setelah melewati 1,5 tahun masa tahanan. Ia menyatakan, seusai bebas, akan menghabiskan waktu bersama keluarga yang dirindukannya.
Karen menyikapi kebebasannya sebagai suatu perjuangan yang bisa didapatkan atas putusan pihak yang bijak dan cermat melihat kasusnya. Apalagi ia menduga ada pihak yang memaksakan kasus perdata ke ranah pidana dalam kasus yang menjeratnya.
"Seperti manusia biasa, saya merasakan kekecewaan. Apalagi BMG adalah aksi korporasi yang domainnya sumber data, tetapi dipaksakan menjadi hukum pidana," kata Karen di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (10/3).
Karen juga menduga ada pihak yang dengan sengaja ingin menghancurkan karakternya. Hal itu sempat membuat mantan petinggi Pertamina tersebut, merasa dendam, kecewa, dan sakit hati.
"Ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab, sehingga nama baik saya rusak, karakter saya dihancurkan. Saya tidak mengalami keadilan di sisi hulu, tetapi saya mendapatkan keadilan di sisi hilir," tuturnya.
Oleh karena itu, Ia berharap di masa depan hukum di Indonesia bisa lebih profesional, cermat, adil, lengkap, dan tidak ada unsur politik. Karen juga berharap asas praduga tidak bersalah terhadap tersangka kasus korupsi di media massa tidak sampai memojokkan terdakwa sampai dinyatakan inkrah.
"Saya Karen Agustiawan tidak akan berhenti memberikan sumbangsih pikiran dan kreativitas untuk ibu pertiwi dengan cara saya sendiri," ujarnya.
Keputusan lepas Karen seperti dalam petikan putusan Mahkamah Agung tanggal 9 Maret 2020 Nomor 121 K/PID.SUS/2020 yang menolak permohonan kasasi dari JPU Jakpus. Kemudian, mengabulkan kasasi dari pemohon kasasi Galaila Karen Kardinah.
Selanjutnya, membatalkan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 34/PID.SUS-TPK/2019/PT.DKI tanggal September 2019.
Menanggapi keputusan lepas Karen, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menuturkan, akan mempelajari sepenuhnya putusan tersebut. Namun, ia menegaskan penanganan kasus korupsi tidak dapat disamakan.
"Kami akan mempelajari sepenuhnya keputusan tersebut," ucapnya.
Sebagai informasi kasus ini terjadi pada 2009 saat PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham ROC Oil Ltd, sebesar 10%, untuk menggarap Blok BMG. Akibat kebijakan itu, Pertamina harus menanggung beberapa biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Direksi diduga mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah dengan alasan blok tersebut tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.
Tim penyidik Kejaksaan Agung kemudian menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Agustiawan, Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina Frederik ST Siahaan sebagai tersangka sejak 22 Maret 2018.