close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta./Antara Foto
icon caption
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta./Antara Foto
Nasional
Kamis, 14 November 2019 15:03

Hindari diskriminasi, buruh minta aturan upah layak nasional

Konsepsi yang ditawarkan pemerintah tentang upah hanya mengacu pada PP Nomor 78 tahun 2015 tak akan menghasilkan perbaikan.
swipe

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, meminta pemerintah untuk membuat aturan atau regulasi mengenai upah layak secara nasional. Menurutnya, sistem pengupahan tersebut diperlukan untuk menghindari diskriminasi terkait besaran upah antarwilayah di Indonesia.

Nining menyebut, sampai saat ini masih ada diskriminasi terkait upah di sejumlah wilayah di Indonesia. Besaran upah antara wilayah perkotaan dan luar kota sangat timpang. Karena itu, membuat banyak orang bermigrasi ke kota-kota besar yang dipenuhi industri.

“Maka kita mendorong upah layak secara nasional. Itu yang sebenarnya sudah kita tawarkan sejak mulai dari 2006. Itu kita sudah mendorong standarisasi upah layak nasional itu, kita tinggal diskusikan," kata Nining saat dihubungi Alinea.id di Jakarta pada Kamis (14/11).

Menurut dia, rencana Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, yang ingin menghapus sistem Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sehingga kemungkinan ke depan standar upah hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) saja, tidak akan menyelesaikan masalah terutama ihwal ketimpangan.

Terlebih, konsepsi yang ditawarkan pemerintah tentang upah hanya mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurutnya, itu tidak akan menghasilkan perbaikan signifikan terhadap kesejahteraan buruh.

“ Tidak akan terjadi kenaikan signifikan terhadap kenaikan upah buruh kalau landasannya hanya PP 78 tahun 2015,” ujar dia.

Belum lagi kebutuhan pokok dalam satu tahun yang ditanggung oleh pekerja sangat banyak. Apalagi ketika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mencabut subsidi, maka akan berimplikasi pada kehidupan buruh.

Nining berpendapat seharusnya Menaker Ida Fauziyah tidak menyampaikan rencana kebijakan yang akan dikeluarkannya secara sepihak. Dia, kata Nining, bisa mengajak stakeholder atau pemangku kepentingan yakni serikat buruh dan pengusaha dalam merumuskan suatu kebijakan. Dalam pembahasannya pun, ia meminta agar dilakukan secara terbuka dan transparan.

“Tapi, apabila dalam prosesnya tidak ada transparansi dan kemudian tidak mendengarkan apa yang menjadi aspirasi pekerja, tentu itu tidak akan mengubah keadaan,” ucap Nining.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan