Terbitnya surat penghentian penyidikan perkara (SP3) kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan tersangka taipan Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim, dinilai dampak dari revisi regulasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Inilah impact atau tujuan adanya perubahan UU 19 tahun 2019 yaitu adanya SP3. UU KPK direvisi untuk mengeluarkan SP3. Dulu saya masuk dalam panja RUU KPK yang dengan tegas menolak perubahan UU KPK ini. Saya pingin KPK ini kuat,” tegas anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah, dalam keterangannya dikutip Sabtu (17/4).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku tak menduga lembaga antirasuah akan menerbitkan SP3 bagi taipan pasutri yang menjadi tersangka kasus megakorupsi BLBI itu. “Biasanya kalau KPK sudah menangani sebuah perkara, biasanya orang sudah ‘give up’, sudah nyerah dan sudah terbuka bahwa itu sudah memiliki cukup bukti serta memenuhi unsur. Tapi entah mengapa KPK sekarang mengeluarkan SP3. Dan ini cepat-cepat mengeluarkannya,” terang Dimyati.
Terlebih, kata Dimyati, tindak pidana korupsi itu tergolong kejahatan luar biasa atau extraordinary crime dan sudah jauh hari direncanakan.
“Jadi, korupsi itu sudah mulai direncanakan sejak mulai perencanaan, pengganggaran, pengadaan, pelaksanaan, pemeriksaan hingga pengawasan. Padahal ini kan pemeriksaan dari BPK sudah jelas dan clear bahwa ada kerugian sekian triliun,” terang Anggota DPR Komisi III DPR RI ini.
Sebagai informasi, KPK sebelumnya putuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus BLBI melalui SP3 yang terbit pada 31 Maret 2021. KPK beralasan tidak ada lagi kerugian negara dalam perkara itu menyusul dilepasnya Syafruddin Arsyad Temenggung selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melalui putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA).