Tim penyidik Bareskrim Polri tidak melakukan penahanan terhadap tersangka Irjen Napoleon Bonaparte dan tersangka Tommy Sumardi usai dilakukan pemeriksaan Selasa (25/8) kemarin. Kedua tersangka diperiksa selama 12 jam.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan, keduanya dianggap kooperatif, sehingga menjadi pertimbangan untuk tidak dilakukan penahanan.
"Sesuai dengan kewenangan penyidik, untuk tersangka TS dan NB tidak dilakukan penahanan. Dari keterangan penyidik, selama pemeriksaan memang kedua tersangka kooperatif," kata Awi dalam komferensi pers secara daring, Selasa (25/8) malam.
Selain kedua tersangka, penyidik juga memeriksa tersangka Brigjen Prasetijo Utomo. Awi menyebut, kepada tersangka Tommy dicecar 60 pertanyaan, Prasetijo ditanya 50 pertanyaan, dan tersangka Napoleon dicecar 70 pertanyaan.
“Pertanyaannya apa saja yang disampaikan penyidik kepada para tersangka tentunya tidak jauh berbeda dengan apa yang ditanyakan penyidik tersangka terdahulu, yakni Djoko Tjandra," ujar Awi.
Dalam pemeriksaan, Awi menyebut, ketiganya mengakui telah menerima uang sebagai bentuk praktik tindak pidana suap oleh Djoko Tjandra. Namun, Awi tidak dapat merinci berapa yang diterima ketiganya.
"Sudah kami lakukan pemeriksaan dan mereka mengakui menerima aliran dana itu. Kami tidak bisa sampaikan di sini (nominal), terkait uang yang diterima ini masih akan diklarifikasi dengan alat bukti lainnya," tutur Awi.
Sementara itu, setelah selesai menjalani pemeriksaan Irjen Napoleon Bonaparte enggan berkomentar banyak. Napoleon hanya membenarkan dicecar penyidik 70 pertanyaan.
"Saya sudah memberikan kuasa kepada penasihat hukum saya, jadi silakan beliau yang sampaikan," ucap Napoleon.
Kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka pun meminta kepada seluruh para jurnalis untuk tidak memberitakan kliennya secara berlebihan. Ia menyebut, pemberitaan yang beredar terkait mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri itu tidak benar dan bertolak belakang dengan fakta perkembangan penyidikan.
“Begini, sekitar Juli-Agustus itu beritanya Kadiv ini tidak punya kewenangan menghapus red notice. Tapi di berita, Napoleon Bonaparte menghapus red notice Djoko Tjandra. Itu kan berita yang bertolak belakang dengan pemberitaan sebelumnya," ujar Gunawan.