Kasus dugaan korupsi yang dilakukan pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bakal dihentikan. Indonesian Corruption Watch (ICW) mengaku, sudah memprediksi hal tersebut, karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan takut menindak Rektor UNJ.
"Sejak awal, ICW sudah menduga bahwa kasus suap dengan dalih tunjangan hari raya (THR) yang diduga melibatkan Rektor UNJ, akan menguap begitu saja," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Jumat (10/7).
Dia menilai, KPK di bawah komando Firli Bahuri telah mengalami degradasi kinerja pemberantasan korupsi. Karena itu, kata dia, publik harus menurunkan ekspektasi terhadap lembaga antirasuah itu.
"Sebab, jika untuk menindak pejabat universitas saja takut, bagaimana mungkin masyarakat berharap KPK akan berani memproses elite kekuasaan yang terlibat praktik korupsi? Tentu mustahil," ujar Kurnia.
Terkait kasus dugaan korupsi pejabat UNJ, Kurnia menilai, dapat ditindaklanjuti dan diproses secara hukum. Pasalnya, Rektor UNJ dinilai mempunyai inisiatif untuk mengumpulkam THR melalui Kepala Bagian Kepegawaian UNJ, kepada Dekan Fakultas dan lembaga di UNJ agar nantinya bisa diserahkan ke pegawai Kemendikbud.
"Bagian ini saja, setidaknya sudah ada dua dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi, yakni praktik pemerasan dan suap," bebernya.
Di samping itu, dalih tidak adanya unsur pegawai negeri seperti yang disampaikan KPK dianggap keliru. Sebab, dalam Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN menyatakan bahwa Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
"Maka dari itu, dengan mengaitkan dua argumentasi di atas dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, sebenarnya KPK dapat menindaklanjuti kasus tersebut," terangnya.
Terlebih, menurut dia, dalih kepolisian dalam menghentikan kasus tersebut dinilai janggal lantaran perbuatan tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Padahal, ICW sedari awal meyakini kasus itu telah memenuhi seluruh unsur dalam ketentuan regulasi Tipikor yakni, perbuatan berupa pemerasan dan suap yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
"Bahkan, tidak menutup kemungkinan pemberian uang kepada pegawai Kemendikbud tersebut memiliki motif tertentu, bukan sebatas pemberian THR semata sebagaimana disampaikan oleh KPK," tutup Kurnia.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Tindak Pidana Khusus Polda Metro Jaya, menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana suap Rektor UNJ. Penghentian itu diputuskan usai dilakukannya gelar perkara.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengungkapkan, dalam proses penyelidikan juga telah diperiksa puluhan saksi dan saksi ahli.
"Kami sudah sudah memeriksa saksi ahli dan 44 saksi. Kemudian melakukan gelar perkara dengan hasil tidak terbukti kuat adanya tindak pidana yang disangkakan," ucap Yusri dalam konferensi pers secara daring, Kamis (9/7).