Mantan Ketua DPR, Setya Novanto dijadwalkan menjalani sidang lanjutan perkara kasus korupsi e-KTP pada Rabu (20/12) besok. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan suami Deisti Astriani Tagor itu dalam keadaan sehat.
Bahkan, dalam pemeriksaan yang dilakukan hari ini, Selasa (19/12), Novanto bisa merespons pertanyaan penyidik dengan baik. Ia diperiksa untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo yang merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution,
“Kondisi yang bersangkutan (Novanto) baik, dapat merespons pertanyaan dan juga bisa menulis,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Tak hanya memeriksa Novanto, KPK hari ini juga memeriksa dua anak mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut, yakni Dwina Michaella dan Rheza Herwindo. Namun, keduanya tak datang dan batal memberikan kesaksian untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo.
"Penyidik sudah mengirimkan kembali panggilan pada Dwina Michaella dan Rheza Herwindo. Agenda pemeriksaan pada minggu ini," sambung Febri.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/11), Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo diketahui pernah memiliki saham di PT Mondialindo Graha Perdana. Bahkan, Deisti juga merupakan mantan Komisaris PT Mondialindo Graha Perdana. Perusahaan itu merupakan pemegang saham mayoritas dari PT Murakabi Sejahtera, salah satu perusahaan peserta proyek e-KTP.
"Jadi, kami ingin tahu sejauh mana pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan kepemilikan perusahaan, saham-saham perusahaan, dan juga hal-hal lain," papar Febri.
Sementara Novanto, tak banyak berkomentar usai diperiksa selama 8 jam oleh lembaga antirasuah. "Sehat," kata Novanto menunjukkan kondisi kesehatannya, seperti dikutip dari Antara.
Dalam kasus ini, Setya Novanto didakwa menerima keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai USD135 ribu.
Uang itu bersumber dari Johannes Marliem yang merupakan Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan e-KTP. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.