Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai perlu mengaplikasikan konsep prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan (presisi) yang digagas Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam menangani kasus dugaan kerumunan yang menjerat para pentolan Front Pembela Islam (FPI), seperti Shabri Lubis.
Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, merasa, Kejagung perlu menjelaskan alasan penahanan bekas Ketua Umum FPI itu kepada publik. Menurutnya, "Korps Adhyaksa" pun perlu mempertimbangkan opsi pengesampingan perkara demi kepentingan umum (deponering).
"Pihak kejaksaan yang menangani kasus ini mestinya dapat mempertimbangkan opsi deponering atau surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) apabila kasus ini tidak layak untuk diteruskan ke pengadilan," kata Hidayat dalam keterangannya, Rabu (10/2).
Dia mengklaim, opsi itu dapat dilakukan untuk mewujudkan keadilan hukum yang dijamin Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Dalihnya, penegakan hukum yang berkeadilan sangat penting lantaran banyak pihak yang membandingkan kasus kerumunan FPI dengan kasus sejenis lainnya.
"Bila keadillan hukum ditegakkan, maka kasus-kasus yang meresahkan masyarakat, yang dirasakan adanya hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas, mengusik rasa keadilan publik, atau penegakan hukum sebagai alat kekuasaan negara, akan terkoreksi dengan sendirinya dan kepercayaan rakyat dan umat kepada penegakan hukum oleh negara akan kembali dan akan selamatlah NKRI," terang HNW, sapaannya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan, Polri dan Kejagung mesti ekstra transparan, adil, dan profesional dalam menangani kasus FPI. Baginya, sikap tersebut dapat mengembalikan kepercayaan umat dan publik terhadap penegakan hukum yang adil dan benar.
"Apalagi terhadap tokoh agama juga agar tidak menimbulkan fitnah dan salah paham di masyarakat, terkait aparat hukum dan hubungannya dengan para tokoh Agama," ucap dia.
Selain itu, aparat diminta memastikan kesehatan, keselamatan, dan memberi akses pelayanan kesehatan kepada tokoh agama yang ditahan. "Jangan sampai mereka terpapar penyakit, seperti Covid-19 justru ketika mereka di dalam rutan yang berada di bawah pengawasan aparat terkait, apalagi kalau sampai meninggal di dalam tahanan seperti kasusnya Ustaz Maaher," tuturnya.