Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Sulistiantoro Dewa Broto. Dia akan diperiksa dalam kasus dugaan suap penyaluran bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada Komite Olahraga Nasional Indonesia 2018, yang melibatkan mantan Menpora Imam Nahrawi.
"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka MIU (Miftahul Ulum)," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Selasa (24/9).
Dari pantauan reporter Alinea.id, Gatot tiba di gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Dengan mengenakan kemeja biru sembari menjinjing tas bewarna hitam, dia melangkah masuk ke arah lobi.
"Enggak bawa (berkas). Lebih banyak ditanya, tapi enggak tahu materinya nanti seperti apa. Ini kan pemeriksaan yang kedua. Pernah kami (diperiksa) yang pertama tanggal 26 Juli 2019. Diperiksa di sini juga," ucap Gatot.
Saat disinggung dugaan mantan Menpora Imam Nahrawi kerap meminta uang pada jajarannya, Gatot mengaku tak pernah mengalaminya.
"Jujur saya belum pernah. Karena waktu saya diperiksa itu juga saya beri keterangan saya belum pernah dimintai uang oleh Pak Ulum dan Pak Imam," kata dia sambil berlalu memasuki lobi gedung KPK.
Informasi permintaan uang oleh Imam Nahrawi pada jajarannya, sempat diungkap eks Sesmenpora Alfitra Salamm dalam sidang suap dana hibah KONI oleh terpidana Sekretaris Jendral KONI Ending Fuad Hamidy. Alfitra Salamm sempat mengeluh saat menjabat sebagai Sesmenpora, lantaran Imam kerap meminta menyediakan sejumlah uang.
Diketahui, Imam meminta Alfitra sejumlah uang sebesar Rp5 miliar. Atas perintah itu, dia berupaya untuk meminjam uang kepada Ending Fuad. Namun Ending tak dapat memenuhi permintaan itu lantaran dia tidak mempunyai uang sebanyak itu.
Selain Gatot, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Staf Protokoler Kemenpora Arief Susanto, eks Asisten Departemen Olahraga Prestasi Chandra Bakti. Keduanya akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum.
Imam diduga kuat telah menerima sejumlah dana senilai Rp26,5 miliar. Uang itu diterima melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum dalam dua penerimaan pada rentang waktu yang berbeda oleh para tersangka sebelumnya.
Adapun uang yang diterima Imam melalui Ulum adalah senilai Rp14,7 miliar pada rentang 2014 hingga 2018. Kemudian, pada rentang waktu 2016 hingga 2018, Imam turut menerima uang sebesar Rp11,8 milliar. KPK menduga, Imam memakai uang tersebut untuk keperluan pribadi.
KPK mengidentifikasi, setidaknya uang itu diterima dari tiga sumber aliran dana, yakni anggaran fasilitas bantuan untuk dukungan administrasi KONI dalam mendukung persiapan Asian Games 2018.
Kemudian, anggaran fasilitas batuan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga keolahragaan KONI Pusat pada 2018, serta bantuan pemerintah kepada KONI guna melaksanakan pengawasan dan pendampingan pada kegiatan peningkatan prestasi olahraga nasional.
Untuk itu, KPK menetapkan Imam dan Ulum sebagaj tersangka pada Rabu (18/9). Guna memudahkan proses penanganan perkara, KPK telah mencekal keduanya untuk tidak bepergian ke luar negeri dalam enam bulan sejak 23 Agustus 2019.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulum disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 64 ayat (1) KUHP.