Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah memiliki kesimpulan atas kerugian dari kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti selaku anak perusahaan PT Adhi Karya pada 2012 sampai dengan 2013.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi menyebut, kesimpulan didapat usai koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, nilai kerugian perekonomiannya sendiri masih dalam proses penghitungan.
"Kemaren sudah kami panggil ahli dan Kementerian Keuangan juga sudah sepakat bahwa kasus Adhi Karya ini ada kerugian keuangan negaranya," tutur Kuntadi kepada Alinea.id, Jumat (21/10).
Dijelaskan Kuntadi, penyidik di sisi lain juga masih melakukan penelusuran aset untuk dilakukan penyitaan dari para tersangka. Sejauh ini, diketahui kerugian negara sudah disimpulkan, yakni sebesar Rp86,3 miliar.
"Masih kami upayakan," ucapnya.
Pada perkara ini, penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelima orang itu adalah SU selaku Direktur Operasional dan Direktur Utama PT Adhi Persada Realti, FF selaku Direktur Utama PT Adhi Persada Realti, VSH selaku Notaris, NFH selaku Direktur PT Cahaya Inti Cemerlang, dan ARS selaku Direktur Utama PT Cahaya Inti Cemerlang.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan, penahanan dilakukan kepada SU dan ARS di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan kepada FF, VSH, serta NFH di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Salemba Cabang Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Mereka ditahan selama 20 hari,” kata Kuntadi, Kamis (22/9).
PT Adhi Persada Realti (APR) merupakan anak perusahaan dari BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang Pembangunan Properti, Perdagangan dan Jasa. Tanpa kajian dan melanggar SOP telah melakukan pembelian tanah di Jalan Raya Limo-cinere Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok seharga Rp60,2 miliar.
Pembelian dilakukan melalui PT Cahaya Inti Cemerlang yang seolah-olah telah memiliki tanah tersebut padahal senyatanya tanah tersebut sama sekali bukan merupakan milik PT Cahaya Inti Cemerlang dan sama sekali tidak dikuasai oleh PT Cahaya Inti Cemerlang.
Harga yang telah dibayarkan sedianya untuk pembelian tanah seluas 20 hektare. Namun pada kenyataannya yang diperoleh hanya 1,2 hektare atau 12.595 meter persegi dan tidak mempunyai akses jalan.
Sementara, pembayaran ternyata melalui notaris yang tidak berkompeten dan di luar wilayah kerjanya. Uang tersebut justru malah ditransfer ke rekening pribadi para tersangka Direktur PT Cahaya Inti Cemerlang.
Perbuatan para tersangka disangkakan melanggar, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini sebagai pasal primair.
Sementara untuk Subsidiair yakni Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.