Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada komunikasi tentang pemberian uang dalam perkara Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah (NA). Hal ini didalami lewat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat (ER), yang diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Rabu (14/4).
Nurdin dan Edy terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang/jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tahun anggaran 2020-2021. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Dikonfirmasi antara lain mengenai dugaan adanya beberapa komunikasi terkait pemberian sejumlah uang oleh tersangka AS (Agung Sucipto) kepada tersangka NA melalui tersangka ER," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Kamis (15/4).
Agung merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba. Dia diduga menyuap Nurdin Rp2 miliar yang pemberiannya melalui Edy.
Sementara itu, lembaga antirasuah menerka total duit beselan yang diterima Nurdin sekitar Rp5,4 miliar. Selain dari Agung, ditengarai juga berasal dari kontraktor lain, yakni pada akhir 2020 sebesar Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.