Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung (Kejagung) tersandung undang-undang (UU) yang tidak mengatur mengenai tata cara penghentian penyelidikan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Ali Mukartono menjelaskan, pihaknya telah menyelesaikan proses evaluasi seluruh kasus pelanggaran HAM berat. Menurut dia, terdapat dua jenis kendala yang ditemukan sehingga menyebabkan perkara pelanggaran HAM berat tidak kunjung selesai.
"Satu masalah perkara, dua masalah UU. Misalnya gini, di UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM tidak disebutkan tata cara penghentian penyelidikan," ucap Ali kepada Alinea, Jumat (26/2).
Ali mengaku, belum memutuskan apakah ada perkara yang dihentikan atau dipastikan tuntas. Dia hanya memastikan analisa perkara telah diserahkan kepada Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin.
"Kami rekomendasikan ke Jaksa Agung. Tindak lanjutnya seperti apa, dibicarakan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Terserah beliau," ujarnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo dalam amanat pembukaan Rakernas Kejaksaan Agung 2020 menekankan komitmen penuntasan pelanggaran HAM masa lalu harus terus dilanjutkan. Kejaksaan disebut sebagai aktor kunci dalam penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.
Dinyatakan Joko Widodo, kemajuan konkrit dalam upaya penuntasan pelanggaran HAM masa lalu perlu segera terlihat. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait terutama dengan Komnas HAM perlu untuk diefektifkan, antipasti terhadap masa depan harus terus ditingkat Kejaksaan harus melakukan deteksi dini terhadap berbagai kemungkinan kejahatan kedepan.
Atas penekanan tersebut, Kejagung kemudian memastikan akan membentuk Satgas Penanganan HAM Berat masa lalu. Satgas tersebut akan dipimpin Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi.