Penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) periksa tiga saksi dalam kasus dugaan korupsi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, pemeriksaan terhadap pihak eksternal dilakukan kepada Tini Kartini selaku wiraswasta, Artantyo selaku wiraswasta, dan Rakean Ray Ridha Pangestu selaku Direktur CV Sinar Lema.
Seluruhnya diperiksa terkait pengelolaan keuangan Perum Perindo. "Pemeriksaan para saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan alat bukti tambahan," tuturnya dalam keterangan resmi, Senin (6/9).
Sementara itu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi menambahkan, pihaknya belum berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara kasus itu.
Namun, dia memastikan penuntasan kasusnya jadi perhatian. "Itu salah satu yang saya atensi," ucap Supardi.
Untuk diketahui, perkara dugaan tindak pidana korupsi di PT Perum Perindo terjadi pada tahun 2017, bermula saat menerbitkan Medium Term Notes (MTN) atau hutang jangka menengah. MTN tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan dana dengan cara menjual prospek.
Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan dana MTN itu Rp200 miliar. Dalam proses pencairan dana MTN terbagi menjadi dua periode, yaitu pada Agustus 2017 telah cair Rp100 miliar dengan return 9% dibayar per triwulan dan jangka waktu 3 tahun atau pada bulan Agustus 2020.
Pencairan kedua pada Desember 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9,5% dibayar per triwulan dan dalam jangka waktu 3 tahun atau Desember 2020.
Perum Perindo selanjutnya menggunakan sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan. Pendapatan Perum Perindo pun mengalami peningkatan sebesar Rp223 miliar pada 2016. Pun pada 2017, pendapatan perusahaan tersebut meningkat menjadi Rp603 miliar. Selanjutnya pada 2018 mencapai Rp1 triliun.
Capaian itu dilakukan dengan menjalankan seluruh unit kerja sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan. Persoalan pun muncul, diduga terjadi kemacetan kredit pada mitra usaha meski transaksi masih berjalan.