close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Syarifah Liza Munira (tengah depan), memaparkan kasus stunting di Indonesia pada 2022 turun 2,8% saat konferensi pers di Kantor Kemenkes, Jakarta, pada Jumat (27/1/2023). Alinea.id/Gempita Sury
icon caption
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Syarifah Liza Munira (tengah depan), memaparkan kasus stunting di Indonesia pada 2022 turun 2,8% saat konferensi pers di Kantor Kemenkes, Jakarta, pada Jumat (27/1/2023). Alinea.id/Gempita Sury
Nasional
Jumat, 27 Januari 2023 22:56

Kasus stunting Indonesia pada 2022 turun 2,8%

Jumlah sampel survei SGI mencapai 334.848 bayi dan balita.
swipe

Kasus kerdil (stunting) nasional pada 2022 diklaim turun 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian tersebut tertuang dalam hasil survei Status Gizi Indonesia (SGI) 2022 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (27/1).

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Syarifah Liza Munira, mengungkapkan, angka stunting pada 2022 sebesar 21,6% dari 24,4% pada 2021. Jumlah sampel survei SGI mencapai 334.848 bayi dan balita.

Liza menyebut, penurunan angka stunting itu terjadi di 28 provinsi di Indonesia. Ada tiga provinsi yang tercatat mengalami penurunan tertinggi.

"Ada tiga provinsi yang mengalami penurunan terbesar secara proporsi, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan," kata Liza dalam konferensi pers SSGI 2022 di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan.

Liza mengungkapkan, angka stunting di Kalimatan Selatan turun menjadi 24,6% dari 30% populasi anak pada 2021-2022. Kemudian, Kalimantan Utara menjadi 22,1% dari 27% dan Sumatera Selatan turun menjadi 18,6% dari 24,8%.

Namun, ujar Liza, ada 6 provinsi yang mengalami peningkatan laju stunting. Perinciannya, Sulawesi Barat (33,8% menjadi 35%), Papua (29,5% menjadi 34,6%), Nusa Tenggara Barat (31,4% menjadi 32,7%), Papua Barat (26,2% menjadi 30%), Sumatera Barat (23,3% menjadi 25,2%), dan Kalimantan Timur (22,8% menjadi 23,9%).

"Kita dalam survei ini bekerja sama dengan Setwapres, Bappenas, Dinkes provinsi dan kabupaten/kota, serta para pakar dari universitas," ujar Liza.

Pada kesempatan sama, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, mengungkapkan, ada satu kelompok umur yang mengalami peningkatan angka stunting dibandingkan pada 2021.

Kelompok umur yang dimaksud yakni anak usia di bawah 2 tahun (12-23 bulan). Dalam kelompok ini, angka stunting mengalami peningkatan lebih dari 400.000 anak.

Berdasarkan catatan Kemenkes, angka stunting pada kelompok anak usia 0-11 bulan pada 2021 mencapai 565.479. Angka ini meningkat hingga 978.930 saat kelompok anak pada usia ini berumur 12-23 bulan pada 2022. 

"Di tahun 2022, mereka (anak umur 0-11 bulan, red) menjadi usia 2 tahun. Ternyata, banyak stunting baru di situ. Sekarang yang usia 2 tahun ada 900.000-an kasus [stunting]," tutur Maria.

Untuk menekan laju kasus stunting, Kemenkes melakukan beberapa upaya intervensi. Misalnya, memberikan tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kekurangan energi kronis, serta mendorong pemberian ASI eksklusif kepada bayi.

Maria menilai, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) kaya protein hewani bagi anak usia di bawah 2 tahun penting diterapkan guna menekan angka stunting pada masa krusial. Apalagi, pemerintah menargetkan laju stunting turun hingga 17,8% pada 2022 dan pada 2024 mencapai 14%.

"Kalau kita ingin menurunkan stunting, jangan sampai anak stunting barunya tambah dan anak stunting baru itu tambahnya di kelompok di bawah 2 tahun," ucap Maria.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan