Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri klaim bakal ungkap semua pihak yang diterka terlibat perkara dugaan rasuah pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur pada 2019.
Dia menegaskan, tidak pandang bulu dalam mengungkap perkara ini, sekalipun orang yang diduga terlibat pejabat eksekutif atau legislatif di lingkungan DKI Jakarta.
"Kami akan ungkap semua pihak yang diduga terlibat baik dari kalangan legislatif dan eksekutif. Anggaran pengadaan lahan sangat besar kerugian negaranya. Jadi siapapun pelakunya yang terlibat dengan bukti yang cukup, kami tidak akan pandang bulu," ujarnya kepada wartawan, Senin (12/7).
Menurut Firli, dalam penyusunan anggaran pengadaan tanah yang masuk APBD, seharusnya Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan anggota DPRD DKI memahaminya. Hal itu lantaran DPRD DKI memiliki tugas kewenangan dalam menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemprov DKI Jakarta.
"Mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi tentu perlu dimintai keterangan, sehingga (penanganan perkara) menjadi terang benderang," jelasnya.
Lebih lanjut, Firli memastikan, pihaknya terus bekerja keras dalam mencari dan mengumpulkan bukti. Tidak menutup kemungkinan, ada tersangka baru.
"Tidak boleh menetapkan tersangka tanpa bukti yang cukup, dan setiap tersangka memiliki hak untuk mendapat pemeriksaan dengan cepat dan segera diajukan ke peradilan," jelasnya.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat orang dan satu korporasi sebagai tersangka. Para tersangka, eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan; Direktur PT Adonara Propertindo (AP), Tommy Adrian; Wakil Direktur PT AP, Anja Runtuwene; Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar; dan PT AP tersangka korporasi.
Terkait pengadaan tanah di Munjul, lembaga antisuap menerka dilakukan secara melawan hukum. Pertama, tidak ada kajian kelayakan terhadap objek tanah. Kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah diduga dilakukan tak sesuai standar operasional prosedur, serta adanya dokumen yang disusun secara back date. Keempat, diterka ada kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan PD Pembangunan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
Perbuatan tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp152,5 miliar. Para tersangka pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.