Ahli pidana Effendi Saragih mengatakan, pernyataan Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, tentang penggunaan bahasa Sunda di dalam rapat resmi tidak masuk dalam ranah pidana. Pasalnya, itu sesuai hak imunitas anggota dewan.
"Ini diatur dalam Pasal 224 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/2).
Sementara itu, ahli pidana Chairul Huda berpendapat, perkataan Arteria saat rapat dengan Jaksa Agung tersebut juga tak terdapat kata-kata yang mengarah pada ujaran kebencian.
"Pembuktian materiel, tidak terdapat kata-kata yang mengarah ke ujaran kebencian karena maksud dalam kata-kata tersebut, yaitu walaupun ada kedekatan emosional, tidak perlu menggunakan bahasa daerah pada saat rapat," tuturnya.
Adapun Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, melihat, perkara ini memiliki nuansa politik yang sangat tinggi. Dia pun meminta Polri hati-hati dalam menanganinya.
Bagi pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini, setiap anggota DPR yang menjalankan tugasnya tidak dapat dituntut di depan pengadilan. Alasannya, pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya, baik secara lisan/tertulis di dalam maupun di luar rapat DPR, berkaitan dengan fungsi, wewenang, dan tugas legislatif.
"Hak imunitas bukan sekadar norma yang ada dalam konstitusi, tapi sifatnya menurut pandangan kami, sangat mutlak," tegasnya.