close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Ilham Aidit. Dok Istimewa
icon caption
Ilham Aidit. Dok Istimewa
Nasional
Senin, 16 Januari 2023 07:10

Respons Ilham Aidit atas pengakuan Jokowi mengenai pelanggaran HAM berat

Ilham Aidit mengapresiasi segala upaya pemerintah menuntaskan pelanggaran HAM berat.
swipe

Sebagai anak dari Dipa Nusantara Aidit (D. N. Aidit) selaku ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi korban peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada 1965-1966, Ilham Aidit meminta pemerintah untuk menulis ulang sejarah. Hal ini menjadi respons atas pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelanggaran HAM di masa lalu.

Ilham mengatakan, penulisan sejarahnya dapat dilakukan melalui penelitian dan terangkum dalam dokumen negara. Bahkan, bila perlu tertuang kembali dalam buku pelajaran di sekolah, baik tingkat SMP, SMA, maupun perguruan tinggi.

"Sangat diharapkan, pemerintah selanjutnya melakukan penelitian dan penulisan ulang sejarah terkait peristiwa '65/66," kata Ilham kepada Alinea.id, Sabtu (16/1).

Ilham menyebutkan, sudah ada begitu banyak buku dan tulisan dari disetrasi doktoral yang telah beredar luas. Rangkuman itu telah mengungkapkan fakta baru terkait peristiwa ini.  

"Semua itu bisa menjadi bahan masukan bagus untuk penulisan ulang sejarah bangsa," ujarnya.

Ia mengaku, pernyataan Jokowi adalah terobosan yang baik, karena sudah lebih dari 23 tahun, perdebatan penyelesaian kasus tersebut tidak menemui akhir. Terobosan Jokowi terlihat kala menggunakan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan bukan undang-undang.

Meskipun ia merasa, tidak sepenuhnya bisa memenuhi harapan para korban, terutama tak adanya permintaan maaf dari negara. Tapi secara umum, dirinya sebagai korban, menyambut baik dan mengapresiasi tinggi semua upaya dan niat baik pemerintah.

Ia mengingatkan, hal yang kemudian harus dikawal ketat adalah pelaksanaan dari janji-janji terkait pemulihan dan reparasi yang dikatakan oleh Jokowi. Selain itu, adalah menjadi sangat penting, upaya lanjutan, tentang pengungkapan kebenaran peristiwa atau penyelesaian dengan cara non judicial.

"Sebenarnya pengungkapan kebenaran ini merupakan prasyarat mutlak pada sebuah upaya rekonsiliasi," ujarnya.

Maka dari itu, para generasi muda diharapkan dapat belajar dari peristiwa yang pernah terjadi. Belajar dari masa lalu untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik yang pasti akan menjadikan Indonesia lebih baik ke depannya.

"Karena generasi muda harus mendapatkan warisan tulisan sejarah yang baik dan benar," ucapnya.

Sebelumnya, Jokowi mengklaim kesungguhan pemerintah agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat tidak terjadi lagi di tanah air. Dirinya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim PPHAM dan mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada berbagai peristiwa.

“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Jokowi usai menerima Laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM), di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).

Presiden pun sangat menyesalkan 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu, yaitu:

1. Peristiwa 1965-1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;
6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999;
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999;
10. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002;
11. Peristiwa Wamena, Papua di 2003, dan
12.Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan