Menko Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan akhirnya angkat bicara soal penyebutan ‘Lord Luhut’ terhadap dirinya. Penyebutan ini sempat dilontarkan oleh Haris Azhar maupun Fatia Maulidiyanti dalam sinear keduanya.
Bagi Luhut, penyebutan dirinya sebagai ‘Lord Luhut’ bermakna negatif karena terkesan mencela. Ia merasa sebagai orang tua tidak mengerti pemahaman anak muda kini soal penyebutan tersebut.
“Dalam konteks ini saya rasa negatif. Saya kan bukan anak muda lagi,” katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6).
Selain itu, makna ‘bermain di pertambangan Papua’ pun turut diresponnya. Baginya hal itu sangat menjijikan.
Ia merasa marah ketika ada istilah tersebut dilontarkan terhadap pejabat negara. Baginya, ia melakukan pekerjaan dengan serius.
“Menurut saya menjijikan. Seorang pejabat negara disebut bermain itu buat saya geram,” ujarnya.
Luhut hadir sebagai saksi pelapor di persidangan pencemaran nama baik terhadap dirinya oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Agenda persidangan adalah pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6).
Dalam dakwaannya, JPU memandang, dugaan tindak pidana itu di awal saat Haris memiliki niat untuk mengangkat isu yang membahas tentang kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai bisnis pertambangan di Blok Wabu, Papua, yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.
Setelah memperoleh hasil kajian tersebut, kata JPU, Haris yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru melihat nama Luhut yang memiliki popularitas sehingga timbul niat dari terdakwa untuk mengangkat topik mengenai Luhut menjadi isu utama di akun Youtubenya.
“Dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabuhi masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik saksi Luhut,” kata seorang JPU.
Lalu Haris mengundang Fatia dan Owi sebagai narasumber untuk melakukan wawancara yang berdurasi lebih dari 26 menit di kantor Hakasasi.id, Jakarta.
Percakapan tersebut kemudian diunggah di akun Yutube Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
Dalam dakwaan, JPU menyebut terdapat dua percakapan yang disebut mengandung unsur penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Pertama pada menit ke 14.23 sampai 14.33 adalah:
Fatia: “Nah, kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita.
Haris: Siapa?
Fatia: namanya adalah Luhut Bisar Panjaitan
Haris: LBP, the lord, the lord
Fatia: Lord Luhut.
Haris: Oke.
Fatia: Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini.
Percakapan kedua terjadi dari menit 18.00 hingga 21.00 yang disebut JPU bahwa Fatia menyatakan Luhut sebagai penjahat, kata JPU.
Fatia: Ia, dan lucunya juga Bang dari orang-orang yang ada di sini, di circle ini, mereka juga yang jadi tim pemenangan Jokowi di 2015.
Haris: Iya, kalau Lord Luhut kita jelas.
Haris: Ok. Nah, pening juga bayanginnya. Jadi masyarakat di Intan Jaya itu dikirimin tentara sama polisi. Eh, yang level prajurit ada di sana operasi, sementara jenderal-jenderal atau purnawirawan-purnawirawan itu mengambil keuntungan atas dengan dalam bentuk mendapatkan konsensi untuk mengekspolitasi gunung emas tadi itu sih. Sementara kalau menurut Owi kan jelas, beberapa kelompok muda, anak-anak muda di sana itu menolak, tapi kelompok mudanya dituduh sebagai KKB (Kelompok Kekerasan Bersenjata) juga ya.
Haris: sebagaian besar nama-nama itu terlibat dalam tim pemenangan Jokowi, bagaimana caranya perusahan-perusahan itu kita ambil alih. Tidak ada ya dalam riset itu.
Fatia: Enggak dong
Haris: hahaha
Fatia: Bagimana dong?
Haris: tidak ada ya.
Fatia: Jadi penjahat juga kita.
JPU mengatakan perkataan Fatia bukanlah merupakan pernyataan akurat yang diperoleh dari hasil kajian cepat karena dilakukan dengan itikad buruk untuk menyerang nama baik dan kehormatan Luhut Binsar Panjaitan.