close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menghelat sidang lanjutan terkait kasus Unlawfull Killing atau meninggalnya empat laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Selasa (21/12). Foto: Alinea.id/Alvin Aditya Saputra
icon caption
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menghelat sidang lanjutan terkait kasus Unlawfull Killing atau meninggalnya empat laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Selasa (21/12). Foto: Alinea.id/Alvin Aditya Saputra
Nasional
Rabu, 23 Februari 2022 09:40

Kata pakar hukum soal pernyataan JPU yang meringankan terdakwa KM50

Sebab, jarang sekali seorang jaksa penuntut memberikan pendapatnya untuk meringankan terdakwa
swipe

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut kedua terdakwa kasus unlawful killing, Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan, enam tahun penjara. Alasannya, telah lama menjadi anggota Polri dan peristiwa terjadi saat keduanya bertugas.

Guru Besar Bidang Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, memandang, alasan tersebut lumrah sekaligus ambigu. Sebab, jarang sekali seorang JPU memberikan pendapatnya untuk meringankan terdakwa, apalagi keringanan menjadi ranah hakim.

“Agak aneh, makanya ambigu. Tapi, paling tidak kalau berpikir positif, mengingatkan kepada hakim untuk suatu pertimbangan, kan, objektif. Jarang, sih, seorang penuntut yang namanya menutut sesuai fungsi penuntutan, tapi di alam penuntutan itu ada faktor-faktor sisi yang mungkin bernilai positif," katanya saat dihubungi Alinea.id, Selasa (22/2).

Menurut Hibnu, pernyataan JPU tidak lain adalah informasi yang dapat menjadi pertimbangan bagi hakim untuk mengambil memutuskan perkara tersebut. Sehingga, bukan sebagai anggapan, jaksa penuntut berada di pihak pembela karena JPU adalah perwakilan negara di "meja hijau".

Dirinya menambahkan, pernyataan keringanan itu tidak ada landasan hukum, berbeda dengan tuntutan. Namun, itu berlandaskan norma dan faktor sosiologis dan sensitivitas seorang jaksa sebagai manusia.

"Tidak ada [aturan], itu sensitivitas penegak hukum. [Justru] bukan mengada-ngada, itu objektif. Kalau meringankan itu faktor sosiologis, berlaku pada setiap penegak hukum. Keringanan pertimbangan [yang] bermuara keringanan hukuman," bebernya.

Sebagai akademisi, Hibnu menyebut, pihaknya kerap kali mengaji hal tersebut untuk mendapatkan pertimbangan yang tidak sekadar normatif. Pandangan pada sisi lain yang lebih humanis juga bisa memperkuat argumen sebagai seorang yang berkecimpung di bidang hukum dalam melihat suatu perkara.

"Sering [dikaji], justru namanya suatu pertimbangan itu 'tidak kering', ada faktor nonhukum yang masuk," ujar Hibnu.

Sebelumnya, JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menuntut dua terdakwa kasus tindak pidana pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM50 tol Jakarta-Cikampek (unlawful killing) enam tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap [terdakwa] dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel, Selasa (22/1).

Kendati demikian, Fikri mempunyai alasan yang bagus dan dapat meringankannya yaitu peristiwa itu terjadi saat terdakwa bertugas dan telah menjadi anggota Polri selama 15 tahun.

Menyangkut tuntutan untuk Ipda Yusmin, JPU menyebutkan, hal yang meringankan adalah terdakwa telah menjadi polisi selama 20 tahun. Pun selama bertugas, keduanya tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

"Bahwa terdakwa sedang menjalankan tugas, bahwa terdakwa berprofesi sebagai polisi selama 15 tahun," ucap jaksa.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan