close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aksi sopir transportasi online menolak PM 108 tahun 2017. (foto: Antara)
icon caption
Aksi sopir transportasi online menolak PM 108 tahun 2017. (foto: Antara)
Nasional
Selasa, 30 Januari 2018 15:11

Kegundahan pengemudi transportasi online setelah PM 108/2017

PM saja tak cukup untuk mengatur keberadaan angkutan online. Karena itu, mereka juga meminta adanya Undang-Undang.
swipe

Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 108 tahun 2017, menjadi payung hukum bagi keberadaan transportai berbasis internet. Namun, Asosiasi Driver Online (ADO) menilai pemerintah belum memberikan informasi yang jelas terkait peraturan yang bakal berlaku mulai 1 Februari 2018 tersebut.

"Terutama pada pasal 65 (PM 108) terkait suspend (pemberhentian) sepihak. Jadi rekan-rekan khawatir bila sudah memenuhi persyaratan, lalu disuspend sepihak akhirnya tidak bisa bekerja lagi," ujar Ketua Umum ADO Christiansen F. W Wagey saat berbincang dengan Alinea, Selasa (30/1).

Selain itu, PM 108 juga dianggap memberatkan lantaran pemasangan stiker membatasi keberadaan dan batas wilayah operasi taksi online. Christiansen juga menyoroti kewajiban membuat SIM Umum dan pembatasan jumlah kuota pengemudi angkutan online.

"Biaya untuk SIM umum, KIR dan sebagainya juga masih tinggi," sambungnya.

Poin selanjutnya yang menjadi sorotan ialah perlunya regulasi angkutan sewa khusus (ASK). Christiansen menganggap, PM saja tak cukup untuk mengatur keberadaan angkutan online. Karena itu, mereka juga meminta adanya Undang-Undang terkait keberadaan transportasi online.

"Undang-undang sebaiknya bukan hanya mengatur kendaraan, tapi semua pihak seperti perusahaan aplikasi dan status dari driver online," papar Christiansen.

Bahkan, ADO menagih tiga janji Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saat aksi damai yang digelar di 11 Provinsi pada 18 Desember 2017. Kala itu, Kominfo berjanji sebelum 1 Februari akan mengatur perusahaan taksi online supaya tidak ada suspend sepihak yang disebut pada Pasal 65 PM 108 tahun 2017. Selanjutnya, Kominfo berjanji memanggil perwakilan perusahaan taksi online untuk membahas perianjian kemitraan antara driver dengan perusahaan jasa taksi online, dan moratorium driver baru.

"Mana janji Ditjen APTIKA (Direktorat Jendral Aplikasi Informatika) pada saat aksi damai serentak ADO waktu itu," keluhnya.

Sebelumnya, polemik keberadaan taksi online juga melanda Eropa. Bahkan, European Court of Justice (ECJ) atau Pengadilan Tinggi Eropa telah menetapkan bahwa Uber, salah satu penyedia layanan angkutan online adalah perusahaan transportasi dan bukan perusahaan digital. Putusan yang dikeluarkan pada Rabu 20 Desember 2017.

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan