Negara Indonesia termasuk negara rawan bencana geologi, khususnya bencana gempa bumi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan sumber gempa bumi yang terbentuk akibat interaksi empat lempeng tektonik yang terdapat di Indonesia, yaitu Lempeng Benua Eurasia yang bergerak lambat ke arah Tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/ tahun, Lempeng Samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah Utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun, Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke arah Barat dengan kecepatan sekitar 11 cm/ tahun, dan Lempeng Laut Filipina yang bergerak ke arah Barat laut dengan kecepatan sekitar 8 cm/ tahun.
Dalam keterangan tertulisnya, Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan, pertemuan antarlempeng tersebut, mengakibatkan terbentuknya cekungan muka, cekungan belakang, jalur magmatik, pola struktur geologi dan sumber gempa bumi, yaitu zona subduksi, zona kolisi, dan sesar aktif.
"Berdasarkan catatan dari Badan Geologi sejak 2000 hingga 2021, telah terjadi sebanyak lima hingga 26 kejadian gempa bumi merusak (destructive earthquake) di Indonesia. Ini artinya kejadian gempa bumi tersebut telah mengakibatkan terjadinya korban jiwa, kerusakan bangunan, kerusakan lingkungan, dan kerugian harta benda," kata Badan Geologi Kementerian ESDM, Senin (3/1) .
Selama 2021, Badan Geologi mencatat telah terjadi sebanyak 26 kejadian gempa bumi merusak di Indonesia. Kejadian gempa bumi merusak pada 2021 merupakan tertinggi dalam kurun 20 tahun terakhir.
Kejadian gempa bumi merusak 2021 diawali dengan gempa bumi di Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada 4 Januari 2021 dan diakhiri oleh kejadian gempa bumi Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku pada 30 Desember 2021. Kejadian gempa bumi merusak tersebut mengakibatkan jumlah korban jiwa 119 meninggal dan 6.803 orang luka-luka.
Selama 2021 kejadian gempa bumi yang mengakibatkan dampak besar adalah gempa bumi Mamuju pada 15 Januari 2021 dengan magnitudo 6,2 pada kedalaman 10 km. Kejadian gempa bumi ini mengakibatkan 105 meninggal, 6.489 orang luka-luka, dan kantor Gubernur Sulawesi Barat mengalami rusak berat. Selain itu terjadi gerakan tanah cukup masif yang menutup jalur trans Sulawesi di daerah Tappalang, retakan tanah dan likuefaksi.
Selain itu, terdapat satu kejadian gempa bumi merusak yang memicu terjadinya tsunami, yaitu kejadian gempa bumi Teluk Taluti, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2021. Tsunami dipicu oleh gerakan tanah akibat guncangan gempa bumi dengan M 6,1 pada kedalaman 10 km. Tsunami teramati di Pelabuhan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah dengan tinggi rendaman (flow depth) sekitar 1 meter.
Pada 2021 pula terjadi gempa bumi swarm (swarm earthquake) pada 23 Oktober hingga awal November 2021 yang mengakibatkan kerusakan bangunan di daerah Ambarawa, Kabupaten Semarang. Menurut BMKG, kejadian gempa bumi swarm ini diakibatkan oleh sesar aktif berarah Utara-Selatan. Sesar aktif ini sebelumnya belum teridentifikasi.
Kejadian gempa bumi merusak 2021 sebagian besar bersumber dari sesar aktif dan beberapa yang bersumber dari zona penunjaman. Ada hal menarik dari kejadian gempa bumi merusak 2021, yaitu terdapat beberapa kejadian gempa bumi yang sumbernya belum terdidentifikasi sebelumnya, yaitu gempa bumi Tehoru Maluku Tengah pada 16 Juni 2021, gempa bumi Mamasa pada 22 Juli 2021, gempa bumi Tojo-Una-Una pada 26 Juli 2021 dan 28 Agustus 2021, gempa bumi Brebes pada 28 September 2021, gempa bumi Bangli-Karangasem pada 16 Oktober 2021, gempa bumi Ambarawa pada 23 Oktober hingga awal November 2021, gempa bumi Seram Utara tanggal 4 November 2021, dan gempa bumi Kepulauan Selayar pada 14 Desember 2021.
Kegiatan penyelidikan gempa bumi harus terus dilakukan guna mengetahui karakteristik sumber-sumber gempa bumi yang belum teridentifikasi. Karakteristik sumber-sumber gempa bumi tersebut harus diidentifikasi sebagai masukan (input) untuk melakukan pemutakhiran (updating) peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Bumi.
Peta KRB Gempa Bumi berguna untuk mendukung kegiatan mitigasi gempa bumi dan masukan pada revisi penataan ruang. Hanya dengan upaya mitigasi, risiko dari kejadian gempa bumi yang mungkin akan berulang di kemudian hari akan dapat diminimalisir.